search

(((Yeah Yeah Yeah Indonesia)))

Geekssmile, grup musik asal Bali bentukan 2001 ini kini telah berevolusi: berformasi kuartet, dengan satu biduan, beringsut meninggalkan rap-rock lalu menuju heavy metal/progressive rock. Silakan unduh bebas bea satu tembang yang menyoroti gejala patriotisme malas berpikir---sebuah fenomena nan akut menginfeksi masyarakat Indonesia---bertajuk "(((Yeah Yeah Yeah Indonesia)))"
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Kita tidak terlalu bangga dengan negara ini karena kita tidak pernah merasa aman dan damai dalam negara sendiri. Lagu ini adalah kritik kami terhadap orang-orang yang memimpin negara ini.

Lirik

Lihat tanah ini lewat mataku; tak hanya merah dan putih
Ada hitamnya aspal sejarah membungkam kerikil
Berlari bertubrukan di realita, mulutmu kunyah stigma
Jatuh tersandung pilihan pilihan yang diperas dari rahim kita
Buka matamu

Bayar bankirmu, bayar lontemu, bayar bandarmu; mati lagi
Gadaikan nyawa, gadai tanahmu, jual tipuan seolah komoditi
Suara ini akan bergema sampai sangkakala tiba
Kali ini pilihan milikmu, tebas batas batas itu
Aku ababilmu

Mengejar bayang takdir yang bukan milikmu
Berpacu menuju harapan yang bersandar di berhala bernama negara

(((Yeah yeah yeah Indonesia yeah yeah yeah)))

(((Yeah Yeah Yeah Indonesia)))

Lagu lain berusaha membuat pendengar merasa nyaman, kami memukulmu. Kami berusaha membuat orang sadar tentang kondisi dunia, keadaan kehidupan sekarang.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top