search

Turun Gunung, Bung!

Mari maju terus. Selangkah demi selangkah, tegap lagi gagah. Setelah fans club Sejawat Kiamat terbentuk dan terawat dengan cermat lalu apa? Turun gunung, dong. Ya, angkat pantatmu dari kursi empuk itu. Matikan pc/laptop/Blackberry/perangkat elektronik lainnya. Jangan terlena keenakan Facebook-an dan nge-tweet saja. Memang sih kamu sudah lebih dominan menggunakan situs jejaring sosial untuk promo band kamu, tidak lagi kelewat sibuk narsis meng-update peristiwa-peristiwa gak penting dalam hidupmu, tapi tetap saja kontak fisik itu vital adanya. Komunikasi nyata, bukan dunia maya, masih memegang peran sungguh penting di dalam kehidupan. Kedudukannya belum tergantikan oleh hubungan sosial di jagat virtual.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print


Morrissey bercengkerama dengan para pemujanya

Mari maju terus. Selangkah demi selangkah, tegap lagi gagah.

Setelah fans club Sejawat Kiamat terbentuk dan terawat dengan cermat lalu apa?

Turun gunung, dong. Ya, angkat pantatmu dari kursi empuk itu. Matikan pc/laptop/Blackberry/perangkat elektronik lainnya. Jangan terlena keenakan Facebook-an dan nge-tweet saja. Memang sih kamu sudah lebih dominan menggunakan situs jejaring sosial untuk promo band kamu, tidak lagi kelewat sibuk narsis meng-update peristiwa-peristiwa gak penting dalam hidupmu, tapi tetap saja kontak fisik itu vital adanya. Komunikasi nyata, bukan dunia maya, masih memegang peran sungguh penting di dalam kehidupan. Kedudukannya belum tergantikan oleh hubungan sosial di jagat virtual.

Benar, agar hubungan kekerabatan antara Trio Kiamat Raya dengan Sejawat Kiamat terjalin makin baik seyogianya dilaksanakan, istilah kerennya, “kopi darat”. Istilah ini sama dan sebangun maknanya dengan “temu kangen”, “silaturahmi”, “fans gathering”, dsb. Penggemar kita bisa ditebak kurang puas, tak sepenuhnya sreg, jika kontak yang terjadi satu sama lain berhenti di planet awang-awang doang. Bertemu langsung, berjabat tangan, menangkap gerak mata, sentuhan ringan-riang, akan jadi amat berarti utamanya bagi fans. Dengan begitu penggemar akan mendapat gambaran utuh siapa sejatinya Trio Kiamat Raya, apa memang seganteng di foto dan seramah jawaban-jawaban terhadap beragam pertanyaan di Facebook?

Agar fans kian senang dan makin sumringah, selain membikin pesta kecil (jika dana terbatas), Anda beserta personel Trio Kiamat Raya lainnya bisa juga membikin edisi khusus kopi darat tersebut dengan menyablon kaos khusus edisi terbatas (jika dana mencukupi), semisal: Sejawat Kiamat Menuju Kiamat ~ Pesta Temu Muka Bulanan Bersama Trio Kiamat Raya, Edisi Mei 2011. Diberi gratis kaosnya ke penggemar? Ya, nggak lah. Palingan tiga diundi lalu dihibahkan gratis, sisanya dijual dengan harga khusus (boleh lebih mahal karena edisi ultra khusus, bisa lebih murah sebab tujuannya adalah gathering, cenderung kekeluargaan, non-komersial).

Diberikan segepok atensi spesial: kopi darat, berpesta akrab, disediakan kaos khusus, dsb, fans biasanya jadi sumringah, merasa diperhatikan lebih. Perlakuan yang didasari oleh itikad baik ini secara alamiah biasanya juga berujung apik. Selain tingkat fanatisme Sejawat Kiamat terdongkrak makin gawat, mereka niscaya bakal berkisah ke kawan-kawan di luar lingkaran Sejawat Kiamat seberapa cool para anggota Trio Kiamat Raya. Word of mouth macem begini niscaya lebih pekat meresap, lebih dihargai tinggi, di pikiran orang-orang dibanding gembar-gembor bombastis lewat media massa.

Setelah melakukan itu silakan Anda kembali berkutat di belakang komputer, unggah (upload) foto-foto dari pesta temu muka tersebut ke website atau ke Facebook page dari Trio Kiamat Raya. Bagikan keriaan itu ke anggota Sejawat Kiamat yang tak bisa hadir saat acara. Otomatis hal ini akan membuat suasana riuh kembali, gelegak komunikasi bersemi lagi, antara fans yang datang ke acara, yang tak datang, dan Anda sebagai punggawa Trio Kiamat Raya.

Bisa terbayang kan segimana dinamis, bergairah, hangat hubungan satu dengan yang lain, antara Sejawat Kiamat dengan Trio Kiamat Raya (juga sahabatnya sahabat anggota Sejawat Kiamat punya sahabat, yang diam-diam mengintip suasana girang di Facebook page Trio Kiamat Raya yang sedang terjadi)?

Saya sadar, semua yang saya sebut di atas bukan sesuatu yang baru, semua band sudah tahu. Tapi apa semua sudah melakukannya? Saya yakin tidak. Jika pun ada, saya hakkul yakin hanya super sedikit yang telah melakukannya. Sebab apa? Sebab kita sebagai manusia memang takdirnya pengen gampang: bikin band, terkenal, dapet penggemar, lalu populer (dan syukur-syukur bisa menghasilkan cukup uang). Maunya sesederhana itu.

Wah, itu mah sulit. Mustahil malahan. Apalagi di jaman serba cepat dan praktis begini, kompetisi sudah semakin sinting. Persaingan yang duhai ketat belum apa-apa sudah menimbulkan perasaan kalah sebelum berperang, asli pusing.

Namun jangan mati gaya dulu, ada satu prinsip yang sejak baheula hingga sekarang tak pernah lekang oleh jaman: no pain no gain. Hasil yang baik biasanya berasal dari usaha yang keras.

__________________

*Artikel ini pertama kali tayang di blog Langit Musik pada April 2011
*Tulisan ini adalah seri ke-3 dari rangkaian tulisan saya yaitu [1] Tak Ada Gunanya Punya Akun Bejibun [2] Propaganda Sederhana Tepat Guna dan [3] Pemuja dan Pemuji: Kelola dan Mobilisasi
*Foto di halaman depan (Green day) dipinjampakai dari broadway.com, foto di halaman dalam dipinjampakai dari morrissey-solo.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top