search

Rock-n-Roll Exhibition: ANDRE OPA

Edition: May 11, 2011Rock-n-Roll Exhibition: ANDRE OPASoundtrack of My Life: For Every milestone I've Reached, There's Been a #1 Hit to Define the TimesMenjadi penyanyi/musisi dan wartawan adalah cita-cita remaja saya. Kakek saya yang wartawan sekaligus pemain musik Hawaiian adalah stimulator masa depan saya. Usaha menjadi penyanyi sudah dimulai saat remaja manakala saya aktif ikut vocal group. Namun apa yang bisa diperbuat ketika cita-cita itu kita rangkai 30 tahun silam di tempat terpencil nun jauh di Tondano sana. Asa berbinar saat menjejak tanah Jakarta. Niat merealisasikan cita-cita sepertinya terbuka. Tapi di tahun 90-an awal jauh dari kemudahan seperti sekarang ini. Alhasil, walau sempet bergabung dengan Channel 2 Band dan Avatar Band, saya hanya terus menjadi pemimpi dalam merujuk cita-cita. Tahun 1999 saya menjadi jurnalis dalam rangka mewujudkan cita-cita saya yang lain. Tapi jiwa saya tak bisa lepas dari musik. Makanya sejak bergabung di Tabloid Indonesian Expose, Majalah Colors, Musikmu.com, Majalah Poster hingga menjadi Editor-in-chief di Majalah Trax, saya memilih menjadi pewarta berita musik. Pada akhirnya saya harus mengubur mimpi saya menjadi musisi. Tapi musik tetap mengalir dalam darah dan membuat saya terhanyut jauh. Di tengah kesibukan sebagai Editor-in-chief Majalah Trax, saya berkontribusi dalam industri musik sebagai manajer untuk The Titans dan Antik Band. Saya juga melakoni peran sebagai konsultan promo media serta sebagai produser untuk artis pendatang baru. Dan menjadi juri dalam beberapa ajang lomba pencarian bakat berkategori nasional. Dan, ‘ke-saya-an’ itu dituangkan dalam Soundtrack of My Life, sebuah rangkaian lagu pembentuk jiwa serta pengiring langkah dalam saya mencintai musik. Radio streaming live http://army.wavestreamer.com:6356/listen.pls
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Edition: May 11, 2011

Rock-n-Roll Exhibition: ANDRE OPA
Soundtrack of My Life: For Every milestone I’ve Reached, There’s Been a #1 Hit to Define the Times

:: Playlist, intro, song descriptions, and photos, written and handpicked by Andre Himself ::

Menjadi penyanyi/musisi dan wartawan adalah cita-cita remaja saya. Kakek saya yang wartawan sekaligus pemain musik Hawaiian adalah stimulator masa depan saya. Usaha menjadi penyanyi sudah dimulai saat remaja manakala saya aktif ikut vocal group. Namun apa yang bisa diperbuat ketika cita-cita itu kita rangkai 30 tahun silam di tempat terpencil nun jauh di Tondano sana.

Asa berbinar saat menjejak tanah Jakarta. Niat merealisasikan cita-cita sepertinya terbuka. Tapi di tahun 90-an awal jauh dari kemudahan seperti sekarang ini. Alhasil, walau sempet bergabung dengan Channel 2 Band dan Avatar Band, saya hanya terus menjadi pemimpi dalam merujuk cita-cita.

Tahun 1999 saya menjadi jurnalis dalam rangka mewujudkan cita-cita saya yang lain. Tapi jiwa saya tak bisa lepas dari musik. Makanya sejak bergabung di Tabloid Indonesian Expose, Majalah Colors, Musikmu.com, Majalah Poster hingga menjadi Editor-in-chief di Majalah Trax, saya memilih menjadi pewarta berita musik.

Pada akhirnya saya harus mengubur mimpi saya menjadi musisi. Tapi musik tetap mengalir dalam darah dan membuat saya terhanyut jauh. Di tengah kesibukan sebagai Editor-in-chief Majalah Trax, saya berkontribusi dalam industri musik sebagai manajer untuk The Titans dan Antik Band. Saya juga melakoni peran sebagai konsultan promo media serta sebagai produser untuk artis pendatang baru. Dan menjadi juri dalam beberapa ajang lomba pencarian bakat berkategori nasional.

Dan, ‘ke-saya-an’ itu dituangkan dalam Soundtrack of My Life, sebuah rangkaian lagu pembentuk jiwa serta pengiring langkah dalam saya mencintai musik.

The Playlist:

01. Mr. Tambourine Man – Bob Dylan
Sebuah kaset pemberian Om menjadi pembuka soundtrack kehidupan remaja. Saya menyenangi semua lagu di album Bob Dylan ini. Tapi paling berkesan adalah Mr. Tambourine Man.
Album: Bringing It All Back Home/Year released: 1965

02. Molina – Creedence Clearwater Revival
Soundtrack penanda saya mulai remaja. Lagu ini adalah saksi aku pertama kali melantai dansa. Bukan gejolak disco seperti “Saturday Night Fever”, bukan pula “Bahama Mama” (Boney M). “Molina” membuat aku pertama merasakan denyut rock-n-roll, nun jauh di tanah Tondano sana. Lagu ini berhasil membuat aku bergoyang dan melantai.
Pendulum/1970

03. Stairway to Heaven – Led Zeppelin
Lagu ini pertama saya dengar dari kaset kompilasi era sebelum Live Aid. Membuat saya ingin bermain gitar.
Led Zeppelin IV/1971

04. Highway Star – Deep Purple
Terdengar sangat garang di era remaja saya. Berhasil membangkitkan jiwa pemberontak dan yang pasti, menyukai musik rock.
Machine Head/1972

05. You Gotta Move – The Rolling Stones
Jadi soundtrack pertama saya saat mencoba “ngegele”. Jaman jahiliyah mulai merona. Saat-saat mulai menyukai Mick Jagger, bersamaan saat alkohol mulai menjalari darah mudaku.
Sticky Fingers/1971

06. Honky Tonk Woman – The Rolling Stones
Ini era dimana bagian pergaulanku hanya sebatas: nongkrong, main gitar, mabok Cap Tikus, dan The Rolling Stones. Ini era dimana The Rolling Stones seperti agama merasuk jiwa.
single/1969

07. Rock the Boat – Forrest
Hahahaha… dulu sempat buat group dance dengan lagu ini dan pentas di acara Karang Taruna.
single/1982

08. Untuk Kita Renungkan – Ebiet G. Ade
Lagu pertama yang saya bawakan secara live di atas panggung. Bernyanyi solo dengan gitar kopong, di depan jemaat Gereja GMIM Imanuelle Koya, dalam acara perayaan natal pemuda. Dan untuk mengantisipasi demam panggung, saya harus terlebih dahulu menenggak satu gelas Cap Tikus murni. Alhasil, penampilan aman, setelah itu bisa diduga.
Tokoh Tokoh/1982

09. I Don’t Want to Talk About It – Rod Stewart
Saat SMA, lagu ini menjadi semacam lagu wajib bila didaulat naik pentas. Gaya rambut Rod Stewart sempat jadi panutan.
single/1971

10. Barcelona – Fariz RM
Lagu anak negeri pertama yang saya suka dan merasuk. Walau tak mengidolai Fariz, setidaknya saya respect.
Living in the Western World/1988

11. Rock Bergema – Roxx
Lagu rock tanah air Indonesia yang saya sukai. Lagu ini memang menjadi salah satu penanda berjayanya musik rock Indonesia. Lagu ini ada dalam album kompilasi juara festival rock bersama Kaisar, Andromeda, Rudal, Power Metal, Big Boys, Kamikaze, dll.
10 Finalis Festival Rock se- Indonesia V/1989

12. Sweet Child o’ Mine – Guns ‘N Roses
Ini masa dimana glam rock menjadi panutan pikiran. Lagu ini menjadi lagu wajib di panggung bersama band saya waktu itu, Channel 2 Band. Padahal suara saya tak pernah mampu mencapai nada tinggi Axl.
Appetite for Destruction/1987

13. Aku Suka Kamu – Trio Libels
Tak malu mengakui bahwa ini adalah lagu yang mana pertama kali saya dibayar secara profesional ketika bernyanyi dalam sebuah acara 17-an. Bersama 2 teman, kami dibayar masing-masing Rp 20.000.
Aku Suka Kamu/1990

14. …And Justice for All – Metallica
Lars Ulrich cs membuka wacana baru tentang musik keras yang enak ditelinga. Saya juga menjadi saksi sejarah menonton konser Metallica di Stadion Lebak Bulus serta menyaksikan aksi anarki penonton bubaran konser metal. …And Justice for All/1988

15. Dr. Feelgood – Mötley Crüe
Memiliki kaset dari album fenomenal ini seperti sebuah keharusan. Dan saya bersyukur pernah mengalami eforia masa jaya Mötley Crüe.
Dr. Feelgood/1989

16. Keep The Faith – Bon Jovi
Band ini cukup mendapat tempat di hati saya. Selain memang penyuka glam rock, Bon Jovi sempat membuat saya terkesima dalam konser mereka di Ancol tahun 1994. Banyak lagu-lagu Bon Jovi yang saya sukai.
Keep the Faith/1992

17. I Still Think About You – Danger Danger
Mungkin kalau band ini ada di Indonesia saat ini, mereka bisa bersaing dengan band-band mellow yang malang melintang di jagad Melayu ini. Lagu ini 100 % lagu menye-menye gaya glam rock, tapi menarik hahahah….
Screw it!!/1991

18. Let’s Get Rocked – Def Leppard
Masih di era glam rock. Ini salah satu lagu favorit. Apalagi bila ingat saat anak pertama saya Ritchie Fergindo (saat itu 3 tahun), dengan lucunya meniru gaya Def Leppard.
Adrenalize/1992

19. Creep – Radiohead
Ini lagu yang kemudian membuka wawasan saya tentang band-band Inggris. Menjadi semacam lagu kebangsaan kala itu.
Pablo Honey/1992

20. Don’t Look Back in Anger – Oasis
Seperti Radiohead, tak bisa disangkal lagu ini membuat saya lebih dalam menyukai band British. Entah kenapa saya yang pada awalnya tak begitu menyukai band sejenis bisa merasakan sebuah suguhan lagu yang lebih lengkap dari sekadar The Beatles. Saya menyukai semua lagu yang ada di album ini
(What’s the Story) Morning Glory?/1995

21. Welcome to Paradise – Green Day
Saking sukanya sama lagu ini, saya sampai 3 kali membeli kasetnya karena 2 kali hilang dicolong. Green Day adalah band punk pertama yang saya sukai.
Dookie/1994

22. Sobat – Padi
Piyu cs menjadi band Indonesia pertama yang saya sukai di era ini. Lagu ini mengingatkan saya saat tiap hari nongkrong di Roti Bakar Kancil, Bintaro.
Indie 10/1998

23. More Than Words – Westlife
Hahaha… Ini semacam intermeso. Tapi boyband ini menjadi bagian sejarah dalam hidup saya. Sebagai wartawan, Westlife adalah artis luar negeri pertama yang saya interview. Saat itu di Singapore tahun 2000. Saya pilih lagu ini karena juga suka dengan versi aslinya Extreme.
Westlife/1999

24. Best I Ever Had – Vertical Horizon
Saat bertemu teman-teman wartawan, membentuk satu band bernama Avatar (mengispirasi nama anak kedua saya). Ini lagu wajib saat latian di studio tapi tak pernah dibawakan ketika tampil di panggung.
Everything You Want/1999

25. Crawling – Linkin Park
Selain memang menyukai Linkin Park, yang menarik adalah saat saya pertama kali me-manage sebuah bernama Stinkfingers. Band bentukan sekumpulan anak-anak SMA di jakarta ini memproklamirkan diri sebagai cover band untuk Linkin Park. Album Hybrid Theory menjadi santapan latihan mereka tiap hari. Stinkfingers bahkan tampil dalam acara launching album Linkin Park Meteora di Hard Rock Cafe Jakarta.
Hybrid Theory/2000

26. Long Way to the Bar – SID
Ingat, semasa masih di Majalah Poster dan mendapat kiriman EP ini dari Mr Dethu (2002). Cukup merubah sudut pandang saya tentang musik Indonesia. Waktu itu mungkin saya terlambat menyadari—atau terlambat bergaul—ternyata di Bali ada sebuah band bagus. Band lokal rasa international. Dan Majalah Poster menjadi salah satu media yang mendukung kehadiran SID.
Bad Bad Bad/2002

27. Crawling in the Dark – Hoobastank
Agustus 2002 band ini mengadakan konser kecil di Sand Island – Hard Rock Hotel Bali dan saya menjadi saksi kedatangan mereka yang pertama di tanah air. Dan Superman Is Dead menjadi pembuka mereka.
Hoobastank/2001

28. Say Something – Haven
Band ini juga menjadi salah satu yang banyak menginspirasi band-band anak negeri saat ini. Tahun 2002 mereka sangat mencuri perhatian, khususnya para penyuka Brit Rock. Lagu ini seperti banyak turunannya di tanah air. Between the Senses/2002

29. Karena Dia Kamu – Ungu
Ketika tak ada media yang mau mendukung mereka, saya bangga menjadi salah satu dari segelintir jurnalis yang melihat potensi besar dalam band ini. Bahkan Ryo dari HAI menganugrahi mereka sebagai Band Tercupu.
Tempat Terindah/2003

30. Are You Gonna Be My Girl – JET
Jaman masih sering ngumpul sama teman-teman jurnalis seperti Ryo, Boy, Mudya dll, lagu ini menjadi soundtrack setiap kumpul dan kongkow.
Get Born/2003

31. Ámame – Juanes
Bukan Ricky Martin bukan pula Shakira, tapi Juanes. Rocker latinos ini benar-benar mempesona saya. Musik latin dengan sentuhan folk-rock ini sempat menemani saya bepergian dengan mobil dinas saya dulu.
Mi Sangre/2004

32. America – Razorlight
Lagu paling saya suka dari English indie rock band ini. Pengantar saat sedang mengetik artikel saat-saat awal berkantor di Trax Magazine.
Razorlight/2006

33. Somebody’s Me – Enrique Iglesias
Lagu ini menjadi soundtrack hidup saat saya memasuki era ‘kemapanan’ serta melewati masa puber ke sekian yang bergejolak.
Insomniac/2007

___________________

Andre James Oscar Sumual—lebih tenar dengan panggilan “Opa”—lahir di Surabaya namun tumbuhkembang di Manado. Ia menerjuni karir sebagai jurnalis musik sejak 1999 mulai dari posisi reporter di Tabloid Indonesian Expose, majalah Colors, Musikmu.com, lalu melonjak ke peringkat wahid, Managing Editor di majalah Poster, dan terkini menjadi Editor-in-Chief di majalah Trax. Profesi lain yang digelutinya adalah memanajeri sekaligus beberapa band yaitu The Titans, Antik Band, Jirane dan Pesta Band; pula menekuni bidang music promotion specialist, juri lomba pencarian bakat, hingga MC.

___________________

» Download the whole playlist here.

Upcoming show/exhibitions*:
– May 18 | Exhibition: Ricky Surya Virgana (bassist of White Shoes and the Couples Company, cellist of Weltevreden Trio)
– May 25 | Exhibition: Phil Mimbimi (Executive Chef of Nutmeg/Hu’u)
– June 01 | Exhibition: Kemir (Program Director of OZ Radio Bali)
– June 08 | Exhibition: Coki Singgih (rock-n-roll entrepreneur)
– June 15 | Exhibition: Adi Cumi (frontman of Fabel, singer of Raksasa, storyboard artist)
And more shows and exhibitions by Tony Tandun, Sasa Serban, Anto Arief, Pratiwi Sasotya with Dimas Ario, etc in June-July.

See y’all again next Wednesday!

Boozed, Broozed, and Broken-boned,
RUDOLF DETHU
*subject to change
____________________

The Block Rockin’ Beats
Curator: Rudolf Dethu
Every Wednesday, 8 – 10 PM
The Beat Radio Plus – Bali, 98.5 FM

120 minutes of cock-melting tunes.
No bullcrap.
Zero horse shit.
Rad-ass rebel without a pause.

Shut up and slamdance!

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top