search

Sampul Album Cadas Monumental: LOVEHUNTER

Setelah cabut dari Deep Purple, David Coverdale segera saja membentuk Whitesnake lalu berturut-turut merilis Snakebite serta Trouble di tahun yang sama, 1978. Namun dalam konteks sensasi---sanggup membelalakkan mata publik, to be precise---adalah karya mereka yang terbit pada 1979, Lovehunter.
Around the Fur merupakan album major label kedua Deftones setelah Adrenaline. Dirilis pada 1997, dengan menjagokan singel My Own Summer (Shove It) serta Be Quiet and Drive (Far Away) rekaman ini sanggup mengantarkan kontingen asal Sacramento, California, ini ke eselon terhormat jajaran artis Alternative Metal (bersama Korn, System of a Down, dsb). Terjual hingga mencapai hampir sejuta kopi, bisa jadi salah satu faktornya ditunjang oleh sampul depannya yang provokatif. Coba simak gambar sebelah kiri.
Jika generasi hair metal duh-gusti amat akrab dengan British Steel, maka para headbanger sejati 90-an dijamin bulu kuduknya masih merinding dengan karya agung Pantera, Vulgar Display of Power. Bukan cuma akan selalu instan ber-air guitar penuh gairah begitu diperdengarkan Mouth for War, tapi juga bergulat dengan rasa penasaran nan besar dengan imej brutal di sampul album: for god's sake, siapa sih itu oknum dogol yang rela wajahnya dibogem mentah sampai penyok?
Dookie, album ke-3 Green Day (dan debut album mereka dengan label mayor) yang dirilis pada 1 Februari 1994, merupakan salah satu tonggak signifikan Punk Rock 90-an. Dengan melibatkan produser ternama, Rob Cavallo, karya ini kemudian pada 1995 meraih predikat adiluhung: Grammy Award for Best Alternative Music Album. Whoa. Kisah tentang sampul album bergaya komik khas anak SD tersebut, well, that's another story...
Ekspatriat asal Amerika, Joe Petagno, mengenal Ian "Lemmy" Kilmister ketika Joe dipekerjakan oleh band space-rock legendaris Inggris, Hawkwind. Begitu kenal, satu sama lain langsung klik. Klop. Cocok."We immediately got along like a house on fire---or better yet, a city"Kata Joe kepada majalah Revolver via e-mail. Lemmy lalu bilang bahwa bandnya, Bastard, butuh logo yang in-your-face dan frontal merefleksikan outlaw biker Amerika. Joe---setelah melalui riset yang butuh konsentrasi penuh (thanks to Jack Daniels)---akhirnya menyodorkan imej yang di kemudian hari ultra populer mulai dari wilayah Rock hingga fashion: Snaggletooth.
Setelah menerbitkan debut album self-titled, Iron Maiden, kontingen asal Layton, Inggris, ini melanjutkan gebrakan keduanya dengan merilis Killers. Selain merupakan partisipasi perdana dari gitaris Adrian Smith serta sebaliknya partisipasi terakhir dari vokalis Paul Di’Anno, yang patut pula diperhatikan adalah perubahan imej dari maskot Iron Maiden, “Eddie”. Jika sebelumnya tampang Eddie cenderung datar dan kosong plus berambut jabrik (perhatikan foto paling atas) maka di album keluaran 9 Februari 1981 tersebut imej Eddie sedikit diimprovisasi oleh Derek Riggs, sang kreator. Rambut dibuat lebih lebat dan berisi, khas gaya “big hair” yang memang sedang populer pada masa itu (konon terinspirasi oleh Farah Fawcett). Ekspresi wajah juga jadi lebih galak. Selain itu, Eddie digambarkan membawa kapak (ax). “Eddie adalah sosok gitaris (dalam bahasa gaul musik Rock sering juga diistilahkan dengan axman) maka itu dia menenteng kapak (ax)”, ujar seniman yang hingga 20 tahun berikutnya aktif menggarap sampul album Iron Maiden. Derek menegaskan bahwa pengembangan karakter Eddie tidaklah direncanakan. Semuanya mengalir saja.
wp_judas_priest_british_steel_1920x1200px_120414164551_2
Bagi anda penggemar musik cadas---apalagi yang tumbuhkembang di era "Hair Metal"---dijamin familiar dengan imej ekstrem di sebelah kiri ini. Benar, foto jari-jari menggenggam silet berukuran masif tersebut adalah sampul album Judas Priest terbitan 14 April 1980, British Steel. Lagu-lagu dari album karya kontingen asal Birmingham, Inggris Raya, macam Breaking The Law dan Living After Midnight itu sempat menjadi lagu wajib band-band Rock Nusantara di tahun 80-an (mind you, saat itu membawakan tembang karya sendiri belumlah sepopuler sekarang, menjadi duplikat Iron Maiden, dijuluki "The Indonesian Metallica", dsb, adalah sebuah kebanggaan tersendiri). Tangan yang memegang silet tersebut adalah milik Roslav Szaybo, art director British Steel yang asal Polandia. Sementara fotografernya adalah Bob Elsdale. Sebelumnya, di tahun 1979, Roslav dan Bob mengerjakan pula album Priest lainnya yaitu Hellbent For Leather---yang di Inggris diberi judul berbeda, Killing Machine.
Yang masih diingat oleh Donald P. Brautigam agak samar adalah, suatu hari di pertengahan tahun 1985, Don diminta oleh manajemen Metallica untuk mendesain sampul album Master of Puppets. Tanpa secuilpun sempat mendengarkan "colongan" tembang-tembang dari album yang kini menjadi salah satu jejak monumental thrash metal, Don berangkat mengerjakannya menggunakan medium acrylic, airbrush dan paintbrush. Artis lulusan The School of Visual Arts tahun 1971 ini cuma butuh 3 hari untuk menyelesaikannya (seraya mengerjakan projek komersial lainnya).
Robert Williams, alumni Los Angeles City College sekaligus pendiri majalah Juxtapoz, berkilasbalik bahwa kontaknya dengan Axl Rose & co. pertama kali terjadi pada 1987. Robert, kala itu masih berusia 44 tahun, dihubungi oleh penerbitnya yang bilang bahwa sebuah grup band hard rock bernama Guns N' Roses tertarik memasang salah satu gambar kartun dari buku kumpulan karyanya yang diterbitkan pada 1979, The Lowbrow Art of Robert Williams. Khususnya satu bagian dari seri Super Cartoons yang bertitel Appetite for Destruction.

rudolfdethu

[instagram-feed feed=1]
Scroll to Top