Petang ini, Rabu, 18 April 2018; The Hydrant pergi terbang meninggalkan Bali. Menuju Amerika Serikat untuk tampil di Viva Las Vegas Rockabilly Weekend. Lagi. Yang kedua kali.
Grup asal Bali nan keren yang semestinya sudah menggapai ketenaran pada circa 2008-2009. Muda, tampan, mumpuni bermusik, serta bisa dibilang satu-satunya band yang memainkan electronic rock di masa itu.
Bagaimana beberapa aktivis begitu berdedikasi memakai musik untuk membuat perubahan positif di komunitas mereka? Untuk lebih jauh, bergabunglah dalam diskusi spesial disertai pertunjukan yang menampilkan band punk serta kumpulan seniman kawakan Jakarta serta saksikan cuplikan film dokumenter Ayumi Nakanishi Jakarta: Where Punk Lives - MARJINAL.
No matter what music that I hearNo matter what music that I playI donât give a damn with all restrictions and labels attached to meThis is me, this is my music
Kedigdayaan Temanggung Danse Macabre di festival Bedlam Breakout, Inggris; sanggupkah mendongkrak kepercayaan diri dan geliat kancah psychobilly Nusantara?
Come catch the New Wave with the Indonesian band that has been mashing up the signature sound and fashion of the B-52's and Devo + Tom Tom Club for 15 years.
Jika seksama diperhatikan ada satu paguyuban senandung yang kiprahnya sedang moncer di skena musik alternatif Nusantara: The Hydrant. Selain merupakan pionir di kancah rockabilly negeri ini, terdapat pula hal unik yang menjadi ciri khas kuartet asal Bali tersebut yaitu rambut klimis dan rapi jalinya.