search

Superman Is Dead ~ The Hangover Decade

Press release Superman Is Dead ~ The Hangover Decade ini saya telah buat lalu tayangkan pertama kali pada tahun 2004. Barangkali tulisan yang membahas album kedua grup asal Bali bersama Sony Music Indonesia ini sudah terbilang agak usang di masa sekarang. Namun tetap saya tampilkan di situs pribadi saya ini demi mendokumentasikan perspektif yang pernah saya tuangkan agar menjadi lebih rapi, tak lagi berceceran tak beraturan, bisa menjadi arsip yang sahih lagi sinambung.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Press release Superman Is Dead ~ The Hangover Decade ini saya telah buat lalu tayangkan pertama kali pada tahun 2004. Barangkali tulisan yang membahas album kedua grup asal Bali bersama Sony Music Indonesia ini sudah terbilang agak usang di masa sekarang. Namun tetap saya tampilkan di situs pribadi saya ini demi mendokumentasikan perspektif yang pernah saya tuangkan agar menjadi lebih rapi, tak lagi berceceran tak beraturan, bisa menjadi arsip yang sahih lagi sinambung.

Setelah sekitar setahun sejak album Kuta Rock City dirilis, akhirnya Superman Is Dead yang sampai tahun ke-9 kekal beranggotakan Bobby Cool (vokal, gitar), Eka Rock (bass, vokal latar), Jrx (drum); menggebrak kembali dengan The Hangover Decade. Album yang merupakan album ke-2 bersama Sony Music Entertainment Indonesia (dan merupakan album ke-5 secara keseluruhan) kali ini terkesan lebih gelap, semakin matang, serta—secara musikal—kian eksploratif. Impresi tersebut paling frontal tergambar dari pemilihan desain album yang relatif kelam & bergulat hanya dengan 3 warna yaitu magenta, hitam & putih. Sementara figur para personel sepertinya sengaja disamarkan, efektif mencuatkan aura misterius.

Belum lagi tema lagu yang notabene sebelumnya didominasi cerita soal keseharian, soal pesta, soal bir, soal bir, & soal bir; maka kali ini isu yang diangkat duhai beragam. Serbaneka mulai dari isu serius psiko-sosial (Great Dream of Society, Future Disgrace), konsep Bhineka Tunggal Ika (Rock ‘N Roll Band), huru-hara asmara (Falling Down, Disposable Lies), hingga metode ringan-lucu-segar supaya badan & pikiran bugar (Hanya Hari Ini (The Hangover Decade)).

Sudah begitu, jelajah berkesenian tidak melulu macet stagnan di jazirah Punk, namun terselip juga tipis-tipis warna Punk Rockabilly (Muka Tebal—sebagai 1st single); TexMex alias campur sari Texas vs Mexico (Kings, Queens, & Poison); CalJam atau fusi antara California-Jamaica (Moral Dilemma); sampai LagLamJack a.k.a. Lagu Lama neh Jack (Bad Bad Bad, Beyond This Honesty, Tv Brain, dan Long Way to the Bar).  Iya, 4 lagu yang disebut terakhir sejatinya dirampas dari cakram lawas SID Bad Bad Bad—dengan sedikit polesan baru di sana-sini. Semuanya memang diagendakan untuk disertakan kembali demi mengakomodasi permintaan yang ruah melimpah dari daerah-daerah luar Jawa & Bali.

Faktor signifikan lain yang vital dicatat di sini adalah varian partisipan yang atraktif sekaligus sinergis. Ada Joni Agung, sosok dreadlock yang sering ‘dituduh’ sebagai Bob Marley-nya Bali. …Coba, bagaimana kalian tidak spontan merasa berambut gimbal, menegakkan bendera Jamaika, dan menjadi Rastafari adalah ultra cool saat mendengarkan Joni Agung biar-letoy-asal-asoy bersenandung di Moral Dilemma. Peace, mon!

Desah persuasif Melanie Subono, cewek bersuara renyah yang lumayan sukses memasarkan album solo yang agresif bernafaskan Pop Punk beberapa waktu silam di Falling Down, niscaya bakal manjur—utamanya bagi para gadis remaja—jadi pemicu agar segera ayo segera mencampakkan itu cowok yang selama ini merasa dirinya kegantengan, mana kerjaannya nenggak minuman keras terus, dus sisi romantisnya telah punah terkikis habis.

Kemudian Leo Sinatra gitaris sakti-mandraguna-lihai-lancar-jaya band Punk Rockabilly dari Bali, Suicidal Sinatra, urun rembug saling silang dengan One Dee oknum Noin Bullet, veteran Ska asal Bandung, yang merajam sensual dengan permainan trumpetnya. Satu sama lain berinteraksi mutual bin fenomenal. Total garansi kamu akan instan menyukai film kartun koboi Speedy Gonzales atau tiba-tiba betah nonton telenovela bikinan Mexico bareng Bu Likmu gara-gara kepincut resep TexMex doi pada di Kings, Queens, & Poison.

Nah, terakhir, kenapa albumnya diberi tajuk The Hangover Decade? Gampang, ketika album ini mulai deras merajalela di seantero Nusantara maka saat itu pula usia SID telah menggapai satu dekade; sudah tiba di tahun ke-10; hangover (dalam konteks ini dimaknai sebagai: berkiprah) selama satu dasawarsa. Dipahami?

*Foto-foto Superman Is Dead di halaman depan & halaman dalam adalah karya Anom Manik Agung

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top