search

Sampul Album Cadas Monumental: VULGAR DISPLAY OF POWER

Jika generasi hair metal duh-gusti amat akrab dengan British Steel, maka para headbanger sejati 90-an dijamin bulu kuduknya masih merinding dengan karya agung Pantera, Vulgar Display of Power. Bukan cuma akan selalu instan ber-air guitar penuh gairah begitu diperdengarkan Mouth for War, tapi juga bergulat dengan rasa penasaran nan besar dengan imej brutal di sampul album: for god's sake, siapa sih itu oknum dogol yang rela wajahnya dibogem mentah sampai penyok?
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Jika generasi hair metal duh-gusti amat akrab dengan British Steel, maka para headbanger sejati 90-an dijamin bulu kuduknya masih merinding dengan karya agung Pantera, Vulgar Display of Power. Bukan cuma akan selalu instan ber-air guitar penuh gairah begitu diperdengarkan Mouth for War, tapi juga bergulat dengan rasa penasaran nan besar dengan imej brutal di sampul album: for god’s sake, siapa sih itu oknum dogol yang rela wajahnya dibogem mentah sampai penyok?

Simak Vinnie Paul, salah satu alumni “Koboi dari Neraka”, berbinar berkisah.

Drummer yang kini sibuk dengan kelompok barunya, Hellyeah, bilang bahwa dengan menggunakan titel segahar Vulgar Display of Power, sudah sepatutnyalah imej yang digunakan di sampul juga sejajar beringasnya. Phil Anselmo (vokal) yang notabene adalah seorang penggila tinju mengiyakan setuju. Lalu kontingen asal Texas ini sepakat mengedepankan ilustrasi sesosok orang yang mukanya dijotos—layaknya dalam situasi baku pukul.

» We had the album finished and had the album title. It was a really strong title, and we wanted something that represented that. Phil had always been a huge boxing fan, so we came up with the idea of having picture of a guy getting punched in the face

Elektra, label Pantera saat itu, diminta memasok segepok foto untuk dipilih menjadi sampul album. Sekitar seminggu berselang, label yang bernaung di bawah Warner Music Group tersebut mengirimkan Vinnie dkk sekumpulan gambar petinju yang saling menghantam muka satu sama lain. Pantera merasa tidak cocok sebab dirasa nihil representasi “jalanan”, tampak kurang nyata.

» About a week went by, and they sent us back these horrible pictures of boxers hitting each other in the face. And we were like. ‘No, man, it’s gotta be street, down-to-earth—a vulgar display of power’

Karena aklamasi tak kunjung tercapai, akhirnya dipilih jalan pintas dengan memasang iklan: dicari figur nekat yang rela mukanya ditonjok di depan kamera. Imbalannya 10 Dollar per sekali jotos.

Dibutuhkan 30 kali jepretan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Hari itu, si Bung Dogol menghasilkan 300 Dollar—plus pamor menjulang, akan selalu megah dikenang di jagat metal. Not bad at all, eh?

Walau para personel Pantera mengaku tak ingat nama dan wajah Bung Dogol namun di sebuah konser di tahun—menurut Vinnie, setengah yakin—1995, sang oknum tahu-tahu nongol.

» It was 1995 or something. He came to one of the shows, and he goes, ‘I’m the fuckin’ dude on your album cover, man! I’m the one who took it on the chin for you, guys!’ And we’re like, ‘No fuckin’ way!’ And he says, ‘Yeah, and all I got was 300 fuckin’ Dollars. But at least I’m on a million album covers!’

Lucky bastard.

_____________________

*Artikel ini saya tulis lalu tayangkan pertama kali di Musikator pada Juni 2008

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Three Amigos fi
41 years ago this month, Ian "Lemmy" Kilmister, "Fast" Eddie Clarke, and Phil "Philty" Animal, were in the studio to record Iron Fist.
Scroll to Top