search
Rudolf Dethu - photo by @viarms

About

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Versi Bahasa Indonesia silakan klik di siniAfter playing classical piano since he was as young as 12 years old, Luky Annash ended up going down the 90's music path rather than sticking to the classical tunes. Nirvana and Tori Amos give him more freedom for interpretation than Mozart and baroque composition where he felt limited. In 2005, the younger brother of Eka and Rully Annash (The Brandals), made up his mind, and decide to dive in completely in contemporary music and starting to join bands like The Brandals, godmustbecrazy, and Tika and the Dissidents. Finally in April 2011 he released his debut album called 180º under Demajors in which he talks a lot about life's adventure how things can be be changed 180º if you are willing to accept both the dark and the bright side. The influence of his favorite artists like Tori Amos, Harry Nilsson, Jerry Lee Lewis, Björk, Apparat, Phillip Glass, Danny Elfman---even Slayer and Motörhead---can be heard on the album.
・Tuesday 31 May 8 PM Gendo - Political/Environmental Activist in conversation with Kartika Jahja He will be speaking about controversial environmental issues including the impact of tourism on Bali. ・ Wednesday 1 June 8 PM David Berman - Communications Designer & UN Advisor He will discuss the role of designers in a changing world, focusing on 'What role will design and designers play in delivering a positive future?' ・ Thursday 2 June 8 PM Rudolf Dethu - Musical Activist in conversation with Robi Navicula + acoustic set after the discussion with Robi and Dankie featuring Belinda Kazanci I will be speaking about the Indonesian youth music scene and how Bali fits into this scene.
Mari maju terus. Selangkah demi selangkah, tegap lagi gagah. Setelah fans club Sejawat Kiamat terbentuk dan terawat dengan cermat lalu apa? Turun gunung, dong. Ya, angkat pantatmu dari kursi empuk itu. Matikan pc/laptop/Blackberry/perangkat elektronik lainnya. Jangan terlena keenakan Facebook-an dan nge-tweet saja. Memang sih kamu sudah lebih dominan menggunakan situs jejaring sosial untuk promo band kamu, tidak lagi kelewat sibuk narsis meng-update peristiwa-peristiwa gak penting dalam hidupmu, tapi tetap saja kontak fisik itu vital adanya. Komunikasi nyata, bukan dunia maya, masih memegang peran sungguh penting di dalam kehidupan. Kedudukannya belum tergantikan oleh hubungan sosial di jagat virtual.
Edition: May 25, 2011Rock-n-Roll Exhibition: PHIL MIMBIMIKitchen Sink Harmony - The Songs of the Cooking Doctor, the Artist Formerly Known as "a Darling Culinarian" aka Chef PM:: Playlist, intro, song descriptions, and photos, written and handpicked by Phil Himself :: Music is like a form of self expression. I’m a big fan of art, creativity, entertainment. In my line of work I really appreciate and respect musicians as they express themselves uniquely in their own way driven by passion and inspiration. I apply this same form of creative drive when I’m in the kitchen cooking. Music is so emotional and it's fun to listen to. I enjoy almost all kinds of music because its about people. It's the same way I cook, almost every ingredient I enjoy working with and cooking to serve people to eat one of the most basic forms of human needs. Music inspires people to move, groove, dance, and be happy. I put together this playlist of just songs that come from memories of mine throughout my own personal experiences and journeys. It's a wide range of artists, musicians, and performers that are all over the spectrum. Hope there is something in here that everyone can enjoy. ♬♪ Radio streaming live http://army.wavestreamer.com:6356/listen.pls ♫♩♪
DOMESTIC GROOVE ~ Celeb’s Chosen Seven is my biweekly column in The Beat (Jakarta) mag. Basically it’s an interview via e-mail which focuses on small, intimate, domestic stuff; what Indonesia’s public figures are really into, musically speaking. For the 16th edition I went upclose-and-personal with Heru Wahyono.
Edition: May 11, 2011Rock-n-Roll Exhibition: ANDRE OPASoundtrack of My Life: For Every milestone I've Reached, There's Been a #1 Hit to Define the TimesMenjadi penyanyi/musisi dan wartawan adalah cita-cita remaja saya. Kakek saya yang wartawan sekaligus pemain musik Hawaiian adalah stimulator masa depan saya. Usaha menjadi penyanyi sudah dimulai saat remaja manakala saya aktif ikut vocal group. Namun apa yang bisa diperbuat ketika cita-cita itu kita rangkai 30 tahun silam di tempat terpencil nun jauh di Tondano sana. Asa berbinar saat menjejak tanah Jakarta. Niat merealisasikan cita-cita sepertinya terbuka. Tapi di tahun 90-an awal jauh dari kemudahan seperti sekarang ini. Alhasil, walau sempet bergabung dengan Channel 2 Band dan Avatar Band, saya hanya terus menjadi pemimpi dalam merujuk cita-cita. Tahun 1999 saya menjadi jurnalis dalam rangka mewujudkan cita-cita saya yang lain. Tapi jiwa saya tak bisa lepas dari musik. Makanya sejak bergabung di Tabloid Indonesian Expose, Majalah Colors, Musikmu.com, Majalah Poster hingga menjadi Editor-in-chief di Majalah Trax, saya memilih menjadi pewarta berita musik. Pada akhirnya saya harus mengubur mimpi saya menjadi musisi. Tapi musik tetap mengalir dalam darah dan membuat saya terhanyut jauh. Di tengah kesibukan sebagai Editor-in-chief Majalah Trax, saya berkontribusi dalam industri musik sebagai manajer untuk The Titans dan Antik Band. Saya juga melakoni peran sebagai konsultan promo media serta sebagai produser untuk artis pendatang baru. Dan menjadi juri dalam beberapa ajang lomba pencarian bakat berkategori nasional. Dan, ‘ke-saya-an’ itu dituangkan dalam Soundtrack of My Life, sebuah rangkaian lagu pembentuk jiwa serta pengiring langkah dalam saya mencintai musik. Radio streaming live http://army.wavestreamer.com:6356/listen.pls
Menyapa. Membuka pintu. Menggiring masuk. Mempersilakan duduk. Membikinkan minuman---atau menyuguhkan makanan. Membuat nyaman. Bertegur sapa. Berbicara. Membangun rasa percaya dan sesekali memberi fatwa. Kalimat di atas adalah penjabaran gampang-cerna tentang langkah lanjutan setelah propaganda sederhana tepat guna. Ya, manuver ke berikutnya berupa pengorganisasian. Orang-orang yang telah bersedia menjadi kawan segera dikelola, “sahabatnya sahabatku punya sahabat” yang sudah bergabung di Facebookpage Trio Kiamat Raya mulai dimobilisasi. Semua yang nge-like difasilitasi di sebuah wadah khusus: Trio Kiamat Raya Fans Club. Agar khas, para penggemar itu diberi julukan khusus seperti Rakyat Kiamat Raya atau Sejawat Kiamat. Terserah namanya seperti apa, intinya berikan para pendukung identitas spesial sehingga mereka makin bangga menjadi bagian tak terbantahkan dari Trio Kiamat Raya. Jika perlu bikinkan juga tanda pengenal khusus semacam kartu anggota yang resmi. Club members didata secara apik dan sistematis. Tempat, tanggal lahir, lokasi domisili, semua diinspeksi secara rapi. Usahakan mengenali mereka lebih dekat. Apa untungnya membuat klub khusus bagi penggemar? Ngapain susah-susah mencetakkan KTP Sejawat Kiamat? Read More
DOMESTIC GROOVE ~ Celeb's Chosen Seven is my biweekly column in The Beat (Jakarta) mag. Basically it's an interview via e-mail which focuses on small, intimate, domestic stuff; what Indonesia's public figures are really into, musically speaking. For the 15th edition I went upclose-and-personal with Risa Saraswati.
Tonite! May 04, 2011Rock-n-Roll Exhibition: DANIE SATRIOAll Those (Very, Very) Lucky Bastards:: Playlist, intro, song descriptions, and photos, written and handpicked by Danie Himself :: Kemampuan menyanyi, bagi saya, adalah sebuah anugerah. Tak usah pikirkan seberapa khas suaranya, seberapa besar kharismanya, bisa menyanyi dengan baik dan benar alias tak fals saja adalah sebuah pemberian yang sangat berharga. Karena tak semua orang, ternyata, bisa menyanyi dengan kriteria yang saya sebut di atas. (Ini sudah dibuktikan di beberapa ajang pencarian idola di layar kaca. Dan bukan sekali dua kali saya alami sendiri ketika didaulat untuk jadi juri di beberapa kompetisi band.) Tak kurang beruntungnya, adalah mereka yang dipilih untuk bisa menangkap-dan-kemudian merangkai nada-nada yang bebas berkeliaran di mana saja, lalu menggabungkannya dengan kata-kata atau kalimat-kalimat menjadi sebuah lagu utuh. Apalagi ketika kemudian lagu itu mampu menggugah perasaan sekian ratus, ribu, bahkan juta orang. Untuk ikut merasakan, mencerna perlahan, lalu terhanyut di dalamnya. Dan kemudian mengapresiasi semua itu dengan cara membeli karya tersebut dan menjadikan pembuatnya pujaan. (Kalau belum pernah membuat lagu utuh, saran saya, cobalah. Maka Anda bisa merasakan sendiri betapa sungguh sangat tak sepelenya urusan satu ini.). Di atas semua, yang---bahkan sumpah serapah paling kasar pun tak cukup melukiskan perasaan iri saya---paling beruntung adalah manusia-manusia yang memiliki kedua talenta di atas lalu dengan manis mampu menggabungkannya dalam sebuah kemasan yang layak---bahkan sering kali, lebih---untuk dipaparkan pada dunia dan seisinya. Mereka---yang kerap disebut sebagai singer/songwriter---inilah yang menurut saya para pewarna sejati dunia. Terutama kalau kita sama-sama percaya bahwa musik (dalam konteks ini musik populer) punya andil dan kekuatan besar dalam mewarnai hidup manusia. Yes, IMHO, these kind of people really are the luckiest bastards… Paparan saya malam ini adalah semacam mini-tribute pada mereka para lucky bastards yang dengan gaya masing-masing sudah turut mewarnai dunia. Setidaknya, dunia versi saya. ・Notes: untuk edisi ini sengaja saya pilih all-male singer/songwriters. Bukan lantaran kecenderungan orientasi seksual tertentu atau justru sexist. Melainkan semata-mata lantaran jatah durasi yang diberikan baru cukup untuk yang pria. Kali lain, kalau diberi kesempatan lagi, saya coba paparkan playlist all-female…
Ingin memberi kabar kepada dunia bahwa kalian eksis dan punya band? Bikinlah website. Buat akun di jejaring sosial. Berharap agar pengunjung terus menyala semangatnya menyambangi website atau akun jejaring sosialmu? Peliharalah, rawatlah ia dengan beribu cinta supaya tetap segar bersinar. Pun, sejatinya, di saat yang hampir bersamaan ada satu lagi manuver online yang perlu dilakukan yaitu pemasaran---saya lebih menyukai istilah “propaganda”. Maksudnya, setelah keberadaan kita diketahui kaum kerabat serta sejawat terdekat, semakin ke depan tentu, jika main musik lebih dari sekadar kegiatan main-main, butuh ekspos lebih luas. Bagaimana caranya biar dikenal tak semata di kalangan keluarga & teman sepermainan? Harus dipahami: tidak gampang. Bukan soal mudah. Cuman kalau dibilang susah sekali sih juga kurang tepat. Yang jelas lumayan melelahkan. Disamping dibutuhkan kesungguhan sekaligus kehati-hatian plus paham nilai-nilai kesopanan.Read More
God bless the internet. Ungkapan syukur atas kemunculan internet di jagat raya belakangan ini sering terucap di tengah masyarakat. Saya termasuk salah satu pendukung militan piranti komunikasi via dunia maya ini. Sebab keberadaannya terbukti amat memudahkan manusia dalam bermanuver. Tak cuma di urusan komunikasi tapi kini telah meluas ke berbagai bidang kehidupan. Selain itu, jika bicara faktor biaya, internet tergolong barang murah. Saat hendak menyapa saudara kamu yang sedang bersekolah di Sydney, Australia, tinggal menyalakan akun Skype masing-masing, sudah, langsung ngobrol dah. Dan gratis. Beda dengan jaman dulu yang masih harus menggunakan telepon biasa serta sambungan internasional yang mahalnya minta ampun. Dalam konteks musik, internet jelas merupakan berkah besar bagi para musisi di Indonesia. Terutama di perkara promosi. Anak sekarang sudah tinggal leha-leha ketika ingin eksis. Begitu punya band langsung saja bikin akun di, katakanlah, Facebook. Pada akhir 90an, fasilitas senikmat demikian belum ada. Saat ingin mengumumkan pada dunia bahwa kita baru saja membentuk Trio Kiamat Raya---sebut saja begitu---dan telah memiliki album perdana, yang harus dilakukan adalah turun langsung ke lapangan, bergaul, memberikan satu persatu kepada kawan serta kerabat. Jika ingin melebarkan sayap hingga keluar pulau, kirimi lewat pos para sahabat pena yang kita punya. Tak lupa pula berharap semoga salah satu rekan kita di Jakarta berbaik hati meneruskan album debut kebanggaan Trio Kiamat Raya ke kenalannya yang bekerja di record label. Sungguh butuh proses yang panjang, berliku, lagi mahal. Jangan dulu lah bicara soal albumnya bakal meledak di pasaran. Sudah didengerin ama petinggi di label rekaman saja sudah untung.Read More
Tonite! April 27, 2011Rock-n-Roll Exhibition: ARDY CHAMBERS33 Sounds Outta 33 Degree Celcius City:: Playlist, intro, song descriptions, and (most) photos, written and handpicked by Ardy Himself ::...Pertama akrab dan mencintai lagu-lagu tertentu berawal sejak SMP, sekitar tahun 1994. Tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda mengenal kalangan pemusik tanah air dan dunia. Berada dan tinggal di Makassar dengan cuaca panas dengan suhu rata-rata 33 derajat celcius, mungkin lebih panas dari kota-kota lainnya di Indonesia, menjadikan rutinitas orang-orang begitu monoton, cenderung jadi followers dan konsumtif. Tidak banyak informasi lebih bisa didapatkan. Tidak banyak ketemu orang bisa berbagi informasi dan wawasan, kecuali saya tetap giat belajar di sekolah dan mencoba mencari koneksi/korespondensi keluar Makassar. Akhirnya beruntung dikaruniai passion independen dan mencoba mempopulerkan musik dan fashionnya yang saat itu masih asing di kalangan Makassar... Karena pengaruh informasi lokal, awalnya saya lebih banyak dengar dan suka artis/band rock lokal seperti God Bless, Edane, Roxx, Boomerang, Slank, Power Metal, Pas, Puppen, Koil. Bahkan hampir semua deretan lagu dan album mereka tidak terlewatkan, walaupun sebagian besar saya dapatkan bukan di saat mereka rilis. Intinya saya mengakui, dari awal banyak menyukai artis/band lokal hingga saat ini apalagi dengan kemunculan Burgerkill, Seringai, The Upstairs, Efek Rumah Kaca, Komunal, Kelelawar Malam, dan deretan band lokal berkualitas lainnya. Karena pengaruh internet yang mulai merambah pada akhir tahun 1997 dan keberhasilan saya terhadap korespondensi luar, menjadikan saya lebih banyak lagi mengenal katalog artis/band luar. Dan lagi-lagi diketemukan deretan artis/band rock khususnya heavy metal hingga hardcore punk. Bahkan ke subgenre rock yang lain nan modern. Dan passion tersebut menjadikan saya merasa sebagai masyarakat Indonesia yang kebetulan tinggal di Timur bahkan merasa sebagai masyarakat dunia yang kebetulan tinggal di Indonesia. Berikut playlist (sesuai tahun rilis) saya buat lebih variatif, sengaja saya pilih khusus lagu luar yang dari awal membuat sensasi, penasaran, dan kesenangan buat saya dan mengarahkan saya ke jalur seperti saat ini dan bahkan bisa mempertemukan saya sebagian diantara mereka. Mari nikmati! Oh, terima kasih kepada saudara R. Dethu, pendiri dan kurator Rock-n-Roll Exhibition, yang turut memilih saya untuk menampilkan playlist, dimana nanti akan disebarluaskan ke orang-orang yang dianggap kredibel dan kompeten soal musik. Proud! Radio streaming live http://army.wavestreamer.com:6356/listen.pls
Versi Bahasa Indonesia silakan klik di siniThe last time people heard news about Themilo was in 2003 when they released their debut full-length album, Let Me Begin. Now, 2011, this Bandung quintet is back presenting their newest composition: Photograph. The album consist of eight songs; one in Indonesian, six in English, and an instrumental. Two songs have been chosen as singles, "Do Not Worry for Being Alone," and "Daun dan Ranting Menuju Surga". Two guest stars participate in vocal department, namely: Maradilla Syachridar ("For All the Dreams that Wings Could Fly") and Grace Sahertian ("Apart"). Photograph has an interesting concept, where Themilo imagines they are holding a photo camera and using the viewfinder to capture their surroundings, with the lyrics being the result of the shooting. Themilo friends share stories about life, love, separation and introspection. Themilo was founded in 1996 by Ajie Gergaji as his side project. The first time they attracted public attention was when they released a song called "Sianida" in May 2001.
Di edisi BlokRokinBeats kali ini saya bawakan tema emansipasi perempuan di blantika berkesenian--utamanya musik rock---serta saya bagi menjadi dua: era para pionir (Queens of Noise) dan masa generasi penerus (Riot Grrrl). Agar punya gambaran lebih lengkap, saya pilihkan tembang dari artis-artis yang baik secara langsung memang terlibat di skena Riot Grrrl macam Bratmobile, Bikini Kill, Team Dresch, dan Heavens to Betsy; juga kumpulan seniman perempuan yang masif menginspirasi gerakan persamaan derajat di Rock-n-Roll semisal Suzi Quatro, Patti Smith, Chrissie Hynde (Pretenders), Poly Styrene (X-Ray Spex), The Slits, Exene Cervenka (X), Wendy O Williams, Joan Jett, pula Lita Ford; serta sosok-sosok wanita yang walau tak terkait langsung dengan fenomena Riot Grrrl namun tersimak punya peran menonjol, kental kesan pemberontak, in-your-face, bingar lagi bising, di blantika musik seperti Peaches, Brody Dalle (The Distillers), Lesbians On Ecstasy, Kittie, Le Tigre, Shonen Knife, plus lainnya.A movement formed by a handful of girls who felt empowered, who were angry, hilarious, and extreme through and for each other. Built on the floors of strangers' living rooms, tops of Xerox machines, snail mail, word of mouth and mixtapes, riot grrrl reinvented punk - Beth Ditto
Versi Bahasa Indonesia sila klik di siniIndonesia's rockabilly ambassador, The Hydrant, are here again and in full swing. After more than a year since releasing Bali Bandidos, the pompadour contingent have come back dandy and fully pomaded via their newest album, Dirty Thirty. The Bali quartet with the latest formation Marshello (singer, harmonica), Wis (guitar), Adi (contra bass) and Christopher (stand up drum), have a specific reason naming the album Dirty Thirty. The motor of the band, Wis and Shello, just turned the age of 30 years old and both agreed to step into the phase of being "dirty" to rock 'n' roll attitude which is getting married and having kids. This is the third full-length album for them since forming on August 14, 2004; and consist of 9 songs which are devoted to Americana and rockabilly-o-rama. The lyrics still talk about social issues ("Race to Nowhere" and "Boogie Cadillac") and the love, dynamic life of the personnel ("Wild Wild Boy", "My Baby", "Don't Cry"). They also have one guest guitarist, Krisna, participating in the swing-infected song, "Shake, Rhythm & Jive". Meanwhile Wis experiments a bit with Yngwie Malmsteen-cum-rockabilly in "Kuta Beach Terror" plus an instrumental composition, "The Outlaw Song". An album for all fashion-conscious rockers not to miss.
Matt Berninger maybe not the best (dexterous?) dancer ever. But he's got charismatic baritone + elegant beard---not to mention magnificent mid-tempo pop. Oh, and nice trench coat, of course.
The Block Rockin' Beats Edition: March 23, 201138 (Infamous) Punk Rock and New Wave Anthems You Must Hear Before You DieIn case you kiddos don't know or easily amazed by Fat Mike cheap talks and still think the owner of Atticus clothing label---what's his name again---is the 3-chords prophet, well, you must listen carefully to this playlist. These songs are in the category of "not widely popular but uber influential" among Punk Rock and New Wave scene. These are kickass anthems you must hear before you die. Oh, first thing first: give away your Macbeth shoes to your lovely punk wannabe little brother, and you, put back on your Doc Martens. Show some respect to Malcolm McLaren and Vivienne Westwood. Download the whole playlist here
Rudolf Dethu - photo by @viarms

About

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

rudolfdethu

Scroll to Top