search

NAVICULA – ALKEMIS

Rilis pers yang saya tulis untuk album Navicula, Alkemis, 2005.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Press release Navicula ~ Alkemis ini saya telah tayangkan pertama kali pada tahun 2005. Barangkali tulisan yang membahas album perdana grup asal Bali bersama Sony Music Indonesia—di era itu namanya masih Sony BMG—ini sudah terbilang agak usang di masa sekarang. Namun tetap saya tampilkan di situs pribadi saya ini demi mendokumentasikan perspektif yang pernah saya tuangkan agar menjadi lebih rapi, tak lagi berceceran tak beraturan, bisa menjadi arsip yang sahih lagi sinambung.

Navicula berdiri sejak 1996. Tercatat sebagai salah satu scenesters veteran di Bali bersama dengan Superman Is Dead. Sempat ikut serta di album kompilasi bawah tanah Underdog Society pada tahun 1998, kemudian di tahun 1999 merilis album mandiri penuh Self Portrait, diikuti dengan album independen berikutnya KUTA (Keep Unity Thru Art) pada 2003.

Sekitar pertengahan 2004 kolektif dengan formasi terakhir Robi (vokal, gitar), Dankie (gitar), Indra (bass), Gembul (drum), & DJ Trolley (sampling box), akhirnya bergabung dengan Sony BMG hingga April 2005 ini menerbitkan album mutakhir bertajuk Alkemis.

Masih seperti karya-karya terdahulu yang pernah mereka terbitkan, Navicula teguh setia pada genre Grunge—dan sejak DJ Trolley hadir melengkapi Navicula pada 2003, warna musik justru menjadi tambah variatif, makin seru, kaya warna, dengan sentuhan nuansa elektronik sampai melahirkan aliran yang mereka proklamirkan sebagai “Grungetronic” yang notabene adalah campur sari antara Grunge x Electronica (think Seattle Sound meets Incubus).

Alkemis—yang bermakna seseorang yang mampu merubah sebuah hal biasa menjadi luar biasa—berisikan 15 lagu yang dominan bertutur soal sosial seperti di lagu “Parasit”, “Suram Wajah Negeri”, dan “Pulang”; berceloteh tentang fluktuasi ekologi di “Zat Hijau Daun” dan “Kali Mati”; menginjak ranah spiritual di “Jiwan Mukti”; geram pula gusar pada intervensi pemerintah terhadap kehidupan pribadi orang per orang di “Supremasi Rasa” (sekaligus sebagai single); dan secara musikal sumringah bereksplorasi memasukkan unsur etnik berupa gamelan & tabla di “Ubud”; bahkan berimprovisasi bebas merdeka a la “free-form Grunge” (yup, a radical Metal version of “free-form Jazz”…) di “Keluarga Tanpa Batas”.

Keras namun melodik. Intelektual sekaligus humanis. Dengan skill individual yang relatif istimewa.

Satupadukan kritisnya Jello Biafra dengan cerdikcendikianya Einstein serta vintage rock dan raw distortion Soundgarden era Bad Motorfinger dengan sedikit Detroit House… Selamat datang di Alkemis, kawan!

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

RUDOLF DETHU

Scroll to Top