search

Max RNR Monarchy #4: Emocore Revolver & 100% Attitude

Kita masuk kisah pendek ke-4 soal rock-n-roll maksimum Bali di masa awal.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Kita masuk kisah pendek ke-4 soal rock-n-roll maksimum Bali di masa awal.

Sebelumnya, foto ini sempat diunggah oleh kawan saya tapi saya kembali naikkan karena saya pikir lebih wowza jika dibarengi dengan narasi−the art of storytelling!

Iya, imej ini kemungkinan akhir 2001 atau awal 2002. Lokasinya di Cafe Luna, Seminyak. Acaranya The Beat Rock Fest edisi ke-2. Yang manggung kala itu adalah band saya, Emocore Revolver, Lolot, serta SID.

Emocore adalah proyekan hura-hura antara saya dengan Lolot. Didirikan untuk merespons album kompilasi kolektif terbitan 1999 (atau 2000? Lupa) bertajuk 100% Attitude: A Definitive Guide to Rock ‘n’ Roll Radio Stars.
Tadinya saya cuma semacam salah satu konseptor bagi album tersebut: membuatkan nama grup Emocore Revolver serta menuliskan lirik untuk Lolot. Tapi kemudian Lolot memaksa saya untuk mengambil alih posisi vokal.

“Nasklenk, Lot, aku ndak bisa nyanyi.”
“Ini gak nyanyi kok, Dek, cuman teriak-teriak aja.”

Roy, biduan The Dji Hard (dulu masih bernama Djihad), tampil berduet dengan saya.

Memang, konsep Emocore bukan bersenandung tapi lebih ke rapcore. Bayangkan campursari antara Rage Against the Machine dengan Beastie Boys. Lolot menyeret saya menjadi seksi koar-koar karna lirik yang saya tulis untuk dia (dalam Bahasa Inggris) tak sanggup ia brojolkan. Ultra belepotan. Makanya lalu dilimpahkan ke saya. Hihi.

Emocore formasi rekaman selain saya pada vokal, Lolot gitar & vokal, Yudi gitar, Martin (?) bas, dan Kadek Astina drum. Ketika konser formasinya sedikit berganti jadi Dedut drum dan Tokes bas.

Walau genre Emocore tergolong aggro namun dandanan biduannya duh gusti glam: padu padan busana Bryan Ferry/Dave Gahan/Duran Duran, serta Strummer/Simonon plus sedikit Setzer/Phantom/Rocker. Alias Glampunkabilly.

#MaximumRocknrollMonarchy

• NB: untuk mendengarkan tembang Emocore Revolver “Confrontational Behaviour” silakan klik https://soundcloud.com/bobby-mandela/tracks (trims banyak, Bob, sudah susah-susah mendokumentasikan lagu ini ke jagat maya!)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

SHADEN
Barangkali mengejutkan, tembang power pop “Dunia Belum Berakhir” oleh Shaden yang dirilis di tahun 2000 ini oh-ternyata punya peran lumayan signifikan di skena punk rock Bali Selatan, utamanya Twice Tape Shop (jalan raya Legian). Anak skena macam Superman Is Dead, Jihad (sebelum berubah nama ke The Dji Hard), Emocore Revolver, Commercial Suicide, dsb, mereka adalah saksi kunci.

RUDOLF DETHU

Scroll to Top