search

JFCC Charity Jam 2014

Setelah kini masuk tahun ke-5 dan menghadirkan grup-grup musik terbaik dari skena alternatif seperti Efek Rumah Kaca, Sajama Cut, Seringai, KOIL, White Shoes and The Couples Company, The Brandals, Sigmun, Jamie Aditya, dsb;
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Poster-for-Charity-Jam-2014


Setelah kini masuk tahun ke-5 dan menghadirkan grup-grup musik terbaik dari skena alternatif seperti Efek Rumah Kaca, Sajama Cut, Seringai, KOIL, White Shoes and The Couples Company, The Brandals, Sigmun, Jamie Aditya, dsb; tahun ini menjadi era pamungkas JFCC Charity Jam in memory of Tim Mapes.

Demi mengucap selamat dengan penuh kesan, menutup pertemuan paling terakhir kali dengan menawan maka JFCC Charity Jam kembali diadakan pada Sabtu, 22 Maret 2014, pintu dibuka mulai 19.000, di Autopia, lantai 1, The Akmani Hotel; serta menampilkan jajaran paguyuban musisi sidestream istimewa yaitu Vague, SORE, ((AUMAN)) juga Teenage Death Star.

Image: Jimi Multhazam says...
Image: Jimi Multhazam says…

Vague, band dengan personel usia 20an ini akan naik ke panggung paling awal. Mengusung hardcore (istilah mereka pribadi: Punk. Not Punk.) sebagai fondasi bermusik dan mengingatkan kita pada Embrace, Rites of Spring, atau grup-grup di bawah label Dischord juga SST Records, trio asal Jakarta yang rencananya bakal menerbitkan album penuh di tahun 2014 ini pantas diintip oleh khalayak untuk membuktikan kenapa album mini mereka pada tahun 2012 begitu digemari.

Image: REBMAGZ
Image: REBMAGZ

SORE, paguyuban musisi veteran nan intelek yang telah malang melintang sejak 2002 ini menjadi penampil kedua. Band yang susah diklasifikan ke genre tertentu saking ciamiknya mencampur aduk resep musik, meliuk di antara warna jazz, rock, psikedelik, chamber pop; bersenandung dalam bahasa Indonesia, Inggris, Portugis pun Spanyol; mengombinasikan lirik memikat, santai dan bersenang-senang, serta nuansa retro yang kental; ini memang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Selain membawakan tembang-tembang yang pernah tenar, semoga saja mereka sodorkan juga beberapa lagu baru dari album yang kabarnya hendak dirilis dalam waktu dekat.

Image: hai-online.com
Image: hai-online.com

((AUMAN)), kelompok cadas yang didatangkan langsung dari Palembang, menyusul beraksi di urutan ke-3. Pun grup yang pamornya sedang moncer di skena metal lokal akibat album perdananya, Suar Marabahaya, yang mengesankan banyak headbangers, belum terlalu sering punya kesempatan tampil di ibukota. Naga-naganya Riann Pelor dkk akan banyak ditunggu penggemarnya.

Image: myspace.com
Image: myspace.com

Teenage Death Star, kelompok slebor beranggotakan sosok-sosok tenar Bandung ini dijadwalkan hadir paling akhir. Band ugal-ugalan yang menolak konsep bahwa kepiawaian bermusik adalah segalanya—“Skill is dead!”—setelah sukses menggamit atensi publik lewat Long Road to Nowhere di 2008, memang tampaknya sungguh pas jadi penutup JFCC Charity Jam edisi penghabisan ini.

Di sela-sela serta akhir pertunjukan DJ Bodrek akan memainkan lagu-lagu keren dari musisi lokal dan internasional yang diambil langsung dari koleksi pribadinya.

Pagelaran musik JFCC Charity Jam yang telah dimulai sejak Februari 2010 ini bisa terselenggara atas sumbangan sukarela dari keluarga Timothy Mapes, mantan koresponden Wall Street Journal yang wafat di usia 42 di tahun 2010 akibat kanker otak.

Harga tiket: Rp 75.000 (pre-sale) atau Rp 125.000 (at the door).

Info lebih lanjut silakan klik di sini

SIMAK JUGA
JFCC Charity Jam 2013
JFCC Charity Jam 2011

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top