search

Domestic Groove: RICKY SIAHAAN

Ada beberapa album atau lagu yang sedang menarik perhatian saya akhir-akhir ini. Kalau lagu mungkin adalah "Tersesat Di Antariksa", nomor terbaru dari Morfem, band fuzz rock ibukota. Catchy, cepat melekat, dan adiktif.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
RickySiahaan-guitar


RICKY SIAHAAN
Gitaris, Penulis

Musik apa yang sedang anda sukai saat ini?
Ada beberapa album atau lagu yang sedang menarik perhatian saya akhir-akhir ini. Kalau lagu mungkin adalah “Tersesat Di Antariksa”, nomor terbaru dari Morfem, band fuzz rock ibukota. Catchy, cepat melekat, dan adiktif. Untuk album lokal mungkin adalah Poison Nova, band black/death asal Cirebon yang menurut saya telah merilis album fenomenal berjudul Circle of Woe. Saya suka dengan selera metal mereka yang bisa menggabungkan banyak pengaruh. Dari mulai Dissection, sampai gerinda hardcore/punk. Tapi memorable. Tipe metal yang setelah selesai mendengarkan, CD player dimatikan, kita masih bisa ingat lagunya. Sudah lama saya tidak dapat sensasi itu dari musik ekstrem. Kalau album luar mungkin Napalm Death Apex Predator – Easy Meat, untuk non-metal/rock mungkin Lana Del Rey, Ultraviolence, atau juga Leonard Cohen, Popular Problems. Tahun lalu dan tahun ini penuh dengan musik bagus.

SiameseDream

Apa album rekaman pertama yang anda beli—ada kisah menarik di baliknya?
Motley Crue, Theatre of Pain. Kelas 4 SD, kisaran tahun 86. Saya terobsesi mencari segala hal yang berbau musik rock setelah menonton video betamax berjudul Rock Concert yang menampilkan videoklip band-band rock dan heavy metal. Ada Def Leppard, Kiss, Journey dan lainnya. Somehow, Motley Crue bagi saya stand out dan punya magnet rockstardom yang susah terjelaskan ketika itu. Mungkin gabungan attitude, dan juga catchy songs. Dunno, you can say, I was capable in detecting badassery from an early age. Entahlah apakah itu hal yang baik atau buruk haha. Yang pasti dulu orang tua saya cukup panik ketika di kamar anaknya yang baru kelas 4 SD sudah terpajang poster Motley Crue yang berpose dengan pentagram dan full make-up.

Apa album favorit anda sepanjang masa? Kenapa?
Pertanyaan model gini selalu paling susah untuk dijawab. Album musik bagi saya bukan kayak film HighlanderThere can be only one“. Tapi misalnya dipaksa harus memilih katakanlah lima album mungkin saya akan pilih:

1. Metallica – Master Of Puppets. Kenapa? Berani-beraninya Anda tanya kenapa?

2. Smashing Pumpkins – Siamese Dreams. Bagi saya pencapaian untuk sebuah kancah guitar based band. Ada vibe gender bender, ketika feminin dan maskulin melebur jadi satu. Di satu sisi bisa mencak-mencak dengan tsunami distorsi, kemudian di lagu lain tiba-tiba bisa super manis dan mellow. Variatif secara emosi. Dan ketika mood sedang ingin jadi geek, skill teknisnya juga bisa dikagumi. Paket lengkap.

3. Slayer – Reign In Blood. Salah satu pengalaman musik ekstrem pertama saya. Tanpa basa basi. Versi musik dari sebuah bogem mentah.

4. Black Sabbath – Paranoid. The band who started it all. Dan ini adalah album terbaik mereka. Belum terkontaminasi drama antar personel, dan pengaruh progresif rock.
.
5. My Bloody Valentine – Loveless. Manis dan bising, saya selalu suka ketika eksplorasi dibawa ke titik maksimum, tapi masih ada hook pop hingga saya merasa akrab dengan apa yang ingin mereka sampaikan. Beauty and provocation altogether.

Apa album rekaman terburuk yang pernah anda beli?
Hmm… ini juga susah, karena banyak juga album yang jelek. Tapi yang teringat mungkin: Metallica, Load.

Di reinkarnasi berikutnya, selain diri anda sendiri, anda ingin menjadi siapa?
Hmm… Selain diri sendiri? Saya tidak pernah menginginkan kehidupan orang lain. Tapi bila harus bercermin dengan hidup orang lain, kehidupan Dave Grohl mungkin cukup menarik. Dalam artian perjalanannya seperti seru. Banyak naik turun seperti roller coaster, sangat-sangat musikal, berteman baik dengan idola-idolanya.

RunAllNight

Buku apa yang sedang anda baca sekarang, skornya berapa (1-10)?
Baru saja menyelesaikan Are You Morbid? Buku tentang perjalanan hidup Tom Gabriel Fischer, frontman Celtic Frost/Hellhammer. The score is 7. Tom Fischer bukan Lemmy Kilmister dengan buku White Line Fever-nya. Celtic Frost juga tidak segila Motley Crue dengan kisah-kisah setingkat buku The Dirt. Tapi mengingat band ini adalah eksponen penting musik cadas, salah satu pionir dan saya memang suka musiknya, bolehlah diikuti kisahnya. Know your roots.

Film baru apa yang orang-orang harus tonton? Kenapa?
Film action baru yang lagi beredar mungkin Run All Night. Popcorn movie is my kind of movie. Tapi saya suka plot cerita dan kompleksitas yang mengaduk emosi penonton. Menampilkan bahwa sebenarnya tidak ada yang sisi yang ekstrem hitam dan putih di dunia kriminal. Banyak sisi abu-abu. Kecuali bila bicara tentang kasih sayang orang tua ke anaknya. No compromise. Yang lain mungkin Predestination. Total mindfuck. Plot film yang memiliki twist? Check this movie out, bagi gue film ini meredefinisi istilah “twist”.

Lagu apa yang anda pilih untuk memulai akhir pekan?
Best Coast – “This Lonely Morning”

RickySiahaan

Dan lagu untuk mengakhiri akhir pekan?
Nothing – “Bent Nail”

Selain menggitari unit rock oktan tinggi Seringai dan me-Managing Editor-i majalah Rolling Stone Indonesia, Ricky sedang sumringah menjalani profesi sampingannya yang termutakhir: menjadi bagian manajemen dari seorang aktor/badass fighter bernama Iko Uwais. Artinya, jika anda adalah bagian dari serigala militia, dengan jadwalnya yang sepekatpadat itu, jangan terlalu banyak berharap Seringai akan menerbitkan album baru dalam waktu dekat.

SIMAK JUGA
Seringai: Kian Nyaring dan Makin Bertaring
Seringai: Menolak Tua dan Bangga

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top