search

Dialog Dini Hari: Lengkung Langit

Perserikatan introspective folk paling dihormati di Bali yang notabene pamornya berangsur kian benderang dalam lingkup Nusantara, Dialog Dini Hari, baru saja menerbitkan album termutakhirnya, Lengkung Langit.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

↓ For English version please scroll down

Perserikatan introspective folk paling dihormati di Bali yang notabene pamornya berangsur kian benderang dalam lingkup Nusantara, Dialog Dini Hari, baru saja menerbitkan album termutakhirnya, Lengkung Langit.

Ini adalah komposisi mereka yang nomer tiga. Sebelumnya pada 2008 trio yang kini beranggotakan Dadang SH Pranoto (biduan, gitar), Brozio Orah (bas, vokal latar), serta Deny Surya (drum) ini merilis karya perdananya, Beranda Taman Hati, yang melejitkan beberapa tembang caffeine-blues nan romantis lagi elegan yang digemari anak muda macam “Pagi”, “Renovasi Otak”, “Hati-hati di Jalan”, dan lain-lain yang berkisah soal rasa rindu, sahabat, bumi, pula keajaiban-keajaiban mungil yang kerap luput dari ingatan. Berlanjut kemudian dengan Album #2 yang banyak bertutur mengenai sikap mawas diri serta apresiasi kepada Tuhan, cinta, semesta dan sesama manusia. Yang istimewa, gubahan keluaran 2010 ini disisipi gimmick menarik: sampul album bisa dipilih sendiri sesuai selera pembeli, tersedia dalam 6 versi.

Menurut sang biang keladi, Dadang alias Pohon Tua, dibanding yang sudah-sudah album paling gresnya ini diistilahkannya sebagai beyond imagination, niscaya digdaya melampaui harapan seliar apa pun yang ada di kepala. “Terasa seperti lompatan jaman. Jauh, jauh sekali melampaui pencapaian kedua album sebelumnya. Lengkung Langit kembali menyodorkan pengalaman indera bunyi, rasa dan jiwa yang pasti akan membuat mulut menganga,” tegas pria bergaya urban bohemian yang dikenal pula sebagai Dankie kala bersama Navicula ini dengan wibawa terjaga.

Dikerjakan di studio rekaman yang sering disebut sebagai salah satu yang terbaik di Bali, Antida, 4 tembang yang terserak di gubahan ketiga ini menghadirkan rentetan bintang tamu berkelas macam Kartika Jahja (vokal), Rizal Arshad (akordion), Angelo Berardi (biola), dan Windu Estianto (piano).

Yang patut dicatat kenapa kehadiran Lengkung Langit merupakan sebuah peristiwa signifikan dalam skena musik Indonesia adalah rilisannya dalam format piringan hitam, sebuah langkah yang masih terbilang jarang ditempuh oleh musisi lokal masa kini. Serta dicetak amat terbatas, hanya 200 keping. Nah, jika kalian menyebut diri sebagai penyuka berat Dialog Dini Hari alias Sahabat Pagi, silakan dapatkan album tersebut serta simak kabar termutakhir mereka lewat www.dialogdinihari.com.

English version

Dialog Dini Hari, the most respectable introspective folk group in Bali—have lately become relatively well known across metropolitan Indonesia—have just released their brand new album, Lengkung Langit, a few weeks ago. Consisting of four songs, the record is in vinyl format and limited: only 200 pieces have been pressed.

Recorded in Antida Studio, Bali, this album is their third composition. Their debut album, Beranda Taman Hati, was distributed to the public in 2008 and received warm responses. The second one, Album #2, released in 2010, has made their reputation as the ballad masters, even stronger. Now with this latest recording, the trio (Dadang, Zio and Deny) invited a few brilliant musicians to participate as well, including Kartika Jahja (vocal), Riza Arshad (accordion), Angelo Berardi (violin), and Windu Estianto (piano).

Keep yourself updated regarding this album and more by visiting www.dialogdinihari.com or following them on Twitter at @dialogdinihari.

________________________

*This article was firstly published on The Beat (Jakarta) #68, July 09-22, 2012

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top