search

/rif: Tujuh, Cadas, & Ramah Pasar Gelap

/rif (Rhythm in Freedom) adalah salah satu grup musik cadas lokal yang masih kekal bertahan hingga hari ini. Koalisi musisi asal Bandung ini telah 18 tahun mengarungi derasnya arus blantika berkesenian Indonesia. Mengejutkan publik muda dan tua pertama kali lewat album debut via Sony Music Indonesia, Radja, dengan single bertitel sama pada 1997, hingga karya yang ke-6, Pil Malu, pada 2006. Belakangan, di tahun 2010 ini, santer tersiar kabar Andy (vokal), Jikun (gitar), Ovy (bas), serta Maggi (drum), sedang masif menghabiskan waktunya di studio dalam rangka menyelesaikan album terbarunya. Mari kita cari tahu kebenarannya.
Semua bermula di klub CBGB, New York, tanah Paman Sam alias Amrik. Saat itu, sekitar 1974, band sebangsa Ramones, Talking Heads, Television serta penulis puisi merangkap penyanyi bernama Patti Smith, telah ofensif menggugah pemerhati musik Rock dengan konsep bermusik “marah, murah, meriah”nya (komplet dengan lirik bersahaja namun jujur bin “nendang”). Jaman itu, formula minimalis sedemikian rupa bukan hal lazim.
Artikel yang saya tulis dan mengulas tentang album kompilasi MOSHPIT MAVERICKS ~ Celebrating 1 Year+ A Rock Society ini sejatinya adalah artikel lawas, dirilis pertama kali di sebuah September 2007. Tulisan ini saya pikir penting untuk ditayangkan kembali 3 tahun setelahnya, sebab dari sini bisa pula disimak progresi skena musik---tepatnya musik Rock---Bali. A Rock Society sendiri merupakan program pertunjukan musik hidup bulanan bertempat di The Wave yang konsepnya dibikin serta dieksekusi oleh Windu dengan The Blado (permufakatan kerja seni---meliputi event organizer, label rekaman independen, dsb---antara Igo dan saya) serta disponsori oleh A Mild Live Production.
Upcoming Rock-n-Roll Exhibition: S. GAMBOA a.k.a. STEVIE G.Inspirations/Mutations:: Playlist, notes, & photos, handpicked & written by Stevie Himself ::This selection of tracks is a synoptic reflection of the music and bands that greatly influenced me as a youth playing in punk bands in Washington, DC from 1988 - 2000. Growing up in ‘The Chocolate City,’ a southern town with an incredible musical legacy the likes of Duke Ellington, Marvin Gaye, Go-Go and D.C. Hardcore, I was very fortunate to have been exposed to a diverse range of music from my peers in the D.C. scene where I was brought up with the understanding that being a punk rocker meant not only that you listened to punk rock, but were also open to listening to all underground music regardless of genre, an ideology that I still maintain today as an active DJ. While it’s impossible to list most of the songs that influenced me during this period that was the most formative phase of my life, this playlist gives you a brief but personal idea of the groups and individuals that impacted my musical direction, manifested my politics, determined my style and made it on the tour van mix tapes. Hope you can dig on it...
Edition: March 24, 2010Rock-n-Roll Exhibition: OTONG KOILtop ov the pops:: Playlist & notes, handpicked & written by Otong Himself ::sepeerti nonton inbox ini lagulagu pop yg super katchy di telinga melodi yg manis lirik yg brilliant kalo kamu tida suka sebaeknya kamu ngarang lagu sendiri aja
Adalah kisah jamak ketika sebuah grup musik---dalam konteks ini musik cadas---yang dulu pernah besar, sempat mencicipi segepok fame & fortune, kangen untuk kembali tampil di depan publik seraya berharap semoga ketenaran dan kesejahteraan bermurah hati menghampiri kembali. Namun dalam prakteknya, sebagian penggemar di masa lalu sudah beranjak uzur serta lebih memilih menjalani hidup "normal", menjauh dari segala gemah ripah Rock-n-Roll. Sementara generasi yang lebih muda justru gersang rasa kedekatan dengan band baheula tersebut. Adalah kisah jamak pula ketika pada akhirnya mimpi menggapai bintang untuk kali kedua berakhir menjadi sekadar ilusi.
Upcoming Rock-n-Roll Exhibition: RYAN KOESUMAIf That Is What Is Being Thought, Liberated Sound Talks The Depth Of "Musical" World:: Playlist & notes, handpicked & written by Ryan Himself ::When my good rock guru Rudolf Dethu, made a follow up program of his Rock chronicles "Clash Pistol", and started to invite some of the notorious mavericks (or charlatans if you like) in the local music industry to guest-edit the program "The Block Rockin' Beats : Rock-n-Roll Exhibition", I said to myself, "Hey, I could do this too!". But then I realized that I came from a totally different generation (the so-called Generation Y) from most of the guys (the so-called Generation X). I had never heard most of the stuff they came up with. Continuing the habits of exposing and preaching the romanticized names on rock history (most of them you'd probably haven't heard also, if your were my age) would be very [lebay]. So when the opportunity came, instead of pretending and boasting my knowledge down on the Rock Memory Lane, I decided to narrow the lists to my personal, naive musical preferences. Some of you may judge this as banal guilty pleasures, but hey, I come from where everything is available in an instant, and these are what I had actually listened to. I could make a couple more playlists and this is just the first of (hopefully) many.
Sebagian sejawat pasti amat kenal grup musik The Exploited. Benar, kontingen asal Edinburgh, Skotlandia, tersebut merupakan entitas yang amat disegani hingga kini dan sering disebut sebagai salah satu pionir Punk Rock. Oleh penganut "sekte" Street Punk, gaya rambut sang vokalis, Wattie Buchan, bak dijadikan identitas resmi, simbol paling sahih. Lalu band-band dengan kadar ekstrem setingkat, bak terbawa arus. Sebut saja misalnya The Casualties dan projek sampingan gitaris Rancid, Lars Frederiksen & The Bastards. Apa julukan rambut bak cendrawasih itu? Di Amerika disebut Mohawk. Sementara di Inggris lebih dikenal dengan Mohican.
Total bicara soal cinta, demikian ungkap Naif mengenai albumnya yang akan datang. Planet Cinta, seolah berusaha menegaskan, disepakati dipakai sebagai judul. Besutan ke-9 yang rencananya dirilis Februari lalu, rupanya sedikit mengalami perubahan jadwal. Hingga berita ini diturunkan, kabarnya David, Jarwo, Emil & Pepeng, masih berkutat di proses mixing. Disebutkan pula bahwa jika semua berjalan lancar akan ada 10 lagu menghiasinya. Dan yang agak berbeda dari yang sudah-sudah, seperti disebutkan di atas, temanya melulu soal asmara. Sementara ramuan retro 80an khas Naif tetap jadi resep unggulan.
Upcoming Rock-n-Roll Exhibition: FIRMAN PRASETYOBhinneka Tunggal Rocka:: Playlist & notes, handpicked & written by Firman Himself ::Saya adalah seorang anak tunggal. Orang bilang jadi anak tunggal itu selalu dimanja dan enak. Enak matamu kuwi. Well, fuck me. Saya tidak pernah dimanja di rumah. Tapi untuk urusan musik, saya mendapat kehormatan layaknya raja. Ada satu pesawat televisi dan satu perangkat pemutar kaset di ruang tengah rumah saya. Yang satu dipake simbok buat nonton sinetron, satu lagi murni otoritas almarhumah Mamah. Beliau membiarkan radio menyala hampir setiap saat. Hanya berhenti ketika waktu tidur tiba, rumah kosong ditinggal bepergian, rusak atau mati lampu. Dari situlah semua racun bernama musik ini menyebar dan akut menginfeksi. Lazimnya tiap bocah lelaki yang beranjak dewasa dan belajar memberontak (dulu, alay itu dikenal dengan nama ABG), saya mulai kenal musik Rock dengan puluhan anak cabangnya. Saya juga mulai bergaul dengan preman kampung dan jagoan di sekolah. Mendengarkan musik cadas sambil begajulan. Keliatan keren kan cyiiin? Waktu berlalu. Referensi musikal datang silih berganti. Trend datang dan pergi. Setiap genre diuji dengar. Semua aliran rakus dilahap. Aduk racik jadi satu masuk kuping. Bhinneka Tunggal Rocka, berbeda-beda tapi larinya ke Rock juga. Hingga akhirnya semua itu sempat membawa saya duduk di kursi music director di sebuah radio di kota Solo. Instansi dimana saya bebas menyusun playlist harian untuk memprovokasi agar pendengar sejenak terdistraksi dari Anang â€" Syahrini dan kembali mendengarkan Morrissey. Dasar penyusunan playlist ini adalah, percaya atau tidak, hanya berdasarkan mood dengan bahan yg diambil dari folder lagu-lagu favorit sepanjang masa. Karena untuk meringkas semua lagu-lagu favorit dan bersejarah hanya ke dalam 120 menit adalah hil yang mustahal, meminjam slogan Asmuni. Jadi, selamat menikmati, cuk.
Edition: February 17, 2010Rock-n-Roll Exhibition: SOLEH SOLIHUNSebuah Pengakuan untuk Mendapat PengakuanMembuat playlist model begini, identik dengan pamer referensi. Apalagi judulnya yang super canggih: Rock-n-Roll Exhibition, lengkap dengan seorang kurator yang menyebarluaskan playlist ini ke orang-orang yang dianggap kredibel dan kompeten soal musik. Wuih, ngeri. Ini adalah jawaban untuk pertanyaan beberapa orang soal musik yang saya sukai. Pada dasarnya, saya menyukai rock n’ roll music (film Grease (1978) yang saya tonton sewaktu SD bertanggungjawab atas ini). Nama-nama di bawah ini, saya kenal sebagian besar melalui pergaulan. Saya bukan tipikal pecinta musik yang sejak kecil mengoleksi kaset. Uang jajan pas-pasan jadi salah satu faktor utama. Akibatnya, masa kecil saya lebih banyak mendengarkan apa yang ada di radio atau kaset yang dibeli bapak saya. Lalu di masa SMP kelas 1, karena dipaksa ikut pesantren kilat selama sebulan, saya jadi merasa berdosa mendengarkan musik sepulangnya dari sana (tak heran, sebulan saja bisa berdampak begitu, apalagi yang bertahun-tahun). Maklum, mereka tipikal pesantren yang mengharamkan musik. Seingat saya, instrumen musik mereka haramkan, yang boleh hanya rebana. Padahal setelah dipikir-pikir, gitar listrik memang belum ditemukan di jaman Nabi. Lalu saya hanya mendengarkan Iwan Fals dan Slank, karena saya pikir mereka itu beragama Islam, jadi mungkin dosanya tak terlalu besar. Teman sebangku saya di SMP mendengarkan Misfits, Guns N Roses, Faith No More, Nirvana hingga Ugly Kid Joe dan segala macam musik yang sedang tren di awal ’90-an, tapi saya berusaha menahan diri supaya tak tergoda. Selepas SMA, karena daya tarik itu semakin besar atau mungkin juga karena iman saya yang semakin berkurang barulah saya membuka diri terhadap musik-musik yang bukan dimainkan oleh orang Islam. Dan saya menyesal karena tak membuka diri pada rock n’ roll sejak dulu. Pelajaran berharga: fasis sayap kanan kurang tahu cara bersenang-senang. Dan ini adalah beberapa lagu dari musisi atau kelompok musik yang ketika mendengarkan karya-karya mereka untuk kali pertama memberikan sensasi berdebar yang semakin membuat penasaran serta akhirnya selalu bisa menimbulkan perasaan senang buat saya. Suara gitar yang kasar, vokal yang tak manis [saya kurang suka penyanyi pria dengan gaya bernyanyi syahdu manis plus improvisasi vokal yang bergetar], lirik yang bagus, serta semangat lagu yang agresif adalah beberapa hal yang sering mudah menarik telinga saya.
Memainkan musik rock oktan tinggi padu padan antara Motorhead, Black Sabbath, dan MC5. Menonjolkan tabiat in-your-face, tanpa tedeng aling-aling. Telah melewati kepala 3 namun, dalam jiwa, usia mereka berhenti di 15. Demikian justifikasi Seringai soal kenapa besutan terbarunya---sebuah film dokumenter---dijuduli Generasi Menolak Tua.
Upcoming Rock-n-Roll Exhibition: DEDIDUDEApa Lagu yang Tepat untuk Saya Dengarkan di Hari Ini?:: Playlist & notes, handpicked & written by Dedi Himself ::Saya besar dengan musik Rock, di umur 4 tahun di rumah sudah terbiasa dengan musik-musik yang lumayan kencang yang disetel kakak saya. Walaupun kebanyakan adalah Metal dan Progressive (tidak heran karena 80-an awal Prog tumbuh subur dimanapun). Keuntungan dan kerugian punya basic di Prog adalah ketika kita bisa mengapreasi semua jenis musik. Keuntungannya: kita dengan gampang menemukan musik yang pas dengan kita. Kerugiannya: semua jenis musik kita pengen jadiin koleksi ehhehe... Gak heran bila terselip Herbie Hancock atau Miles Davis di deretan CD dan vinyl-vinyl Metal saya :D Memilih ribuan lagu yang telah saya dengarkan dan memilih yang terbaik untuk durasi 2 jam adalah sangat tidak mungkin, list berikut di bawah adalah bukan list "the best of", tapi lebih tepatnya list yang bisa mewakili saya bila ditanya "apa lagu yang tepat untuk didengarkan di hari ini?"
Upcoming Rock-n-Roll Exhibition: FELIX DASSKatakan Nanti Dulu Pada Amerika:: Playlist & notes, handpicked & written by Felix Himself ::Ketika ditawari untuk membuat playlist untuk acara ini, secara instan banyak sekali lagu yang berseliweran di kepala saya. Tapi, sulit untuk menemukan benang merah yang mampu memberi identitas keseragaman yang mengikat masing-masing lagunya. Saya merasa memerlukan ini karena sebenarnya selera musik saya cenderung lebar; dengan demikian batasannya menjadi cair. Saya masih menjadi penggemar berat Slank dan di satu sisi tetap mengakrabkan diri dengan rilisan paling hangat dari Inggris semodel Mumford and Sons. Keberagaman itu membuat saya cukup berpikir keras. Bahkan, sebenar-benarnya, lagu-lagu di playlist ini diselesaikan dalam tengat waktu yang sangat mepet. Padahal sudah diberi informasi tengatnya sejak jauh-jauh hari. Jadi, antara sulit memilih, kepepet, dan ya sudahlah jadi saja. Mengutip si empunya program ini, “Gue biasa berurusan dengan penulis yang cacat tengat waktu.” Jadi, sudah pasti kasus saya bukan hal yang luar biasa. Di playlist ini, saya bersikap anti Amerika. Untuk saya, scene musik Amerika bukanlah tidak menarik. Tapi saya memilih untuk sedikit meminggirkannya kali ini. Amerika, dalam konteks referensi musik saya, agak membosankan. Pilihan ini termasuk mengandung konsekuensi untuk meminggirkan beberapa favorit personal sepanjang masa model Simon and Garfunkel, The Smashing Pumpkins, dan Hootie and the Blowfish. Tapi, sesungguhnya memang jauh lebih banyak musik bagus di luar Amerika. Lagu-lagu di playlist ini adalah mereka yang secara personal bisa menyeruak dalam sekat ruang hidup saya di berbagai momen. Ada yang bertahan lama sejak awal 90-an---momen di mana saya mulai membuka mata terhadap musik---hingga yang baru-baru saja mampir berkunjung. Saya pertama kali menjadi pengonsumsi aktif musik sejak duduk di bangku kelas lima SD. Di jaman itu, Dewa 19 masih terdengar sangat keren. Pun sama dengan R.E.M. yang sedang mekar merekah selepas hijrah dari IRS. Sesungguhnya, akses yang terbuka lebar pada musik itu, justru saya dapatkan kemudian ketika memulai hidup tujuh tahun di Bandung. Di sanalah saya berkenalan dengan banyak orang yang membuka mata saya lebar-lebar bahwa di sana ada segudang musik super seru yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Itu kenapa ada Aztec Camera atau Rod Steward di dalam playlist ini. Keputusan untuk menubruk banyak genre musik di playlist juga bisa jadi membuat playlist saya menjelma menjadi salah satu yang paling ‘lembut’ dari yang pernah ada di serial ini. Pada intinya, inilah lagu yang selalu bergentayangan di hidup saya dari masa ke masa. Beberapa diantaranya, pernah ada di mix cd yang saya persembahkan untuk sejumlah orang. Jadi, selamat menikmati. Kalau saya punya akses internet yang cukup cepat, mungkin playlist ini bisa ditemukan di sebuah ruang di internet. Cheers!
Upcoming Rock-n-Roll Exhibition: INDRA AMENG33 Songs of My Monday Mayhem Playlist:: Playlist & notes, handpicked & written by Ameng Himself ::Playlist ini spesial saya siapkan untuk dimainkan pada acara Monday Mayhem di bar legendaris, Parc, enam tahun yang lalu. Pertama kali saya diundang main sebagai Guest DJ di Monday Mayhem oleh Nasta Sutardjo pada tanggal 1 Maret 2004, saya langsung berpikir untuk mainin set list yang saat itu belum diputarkan di Parc. Idenya adalah memutarkan lagu-lagu yang bisa bikin suasana ramai hingar-bingar, bisa sing along, dan teriak-teriak bersama. Untuk itu saya perlu musik yang keras, bikin semangat, sekaligus juga lagu-lagu yang bisa dinyanyiin bareng-bareng. Karena itu saya memilih membuat spesial set Tribute untuk era 80s Glam Metal dan Hair Metal Band setiap main di Parc. Era Rock yang menghasilkan banyak lagu-lagu “anthemic”, yang bikin anak-anak muda di tahun 80-an pengen nge-band dan punya rambut gondrong. Masa 80-an ini jadi salah satu periode yang menyenangkan buat saya. Semasa masih di kelas 4 Sekolah Dasar tahun 1984, saya suka nginep di rumah kakak sepupu saya di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dia mengkoleksi banyak kaset-kaset album Rock dari mulai Kiss, Rush, Iron Maiden, Van Halen dan masih banyak lagi lainnya. Dari situ, saya suka mendengarkan kaset-kasetnya dan mulai mengidolakan band-band tersebut, sampai ikutan mengkoleksi kaset-kaset keluaran Team Records dengan titel “Rockline”, Aquarius, Yess, dll. Berlanjut dengan beli majalah Vista yang banyak memuat foto-foto dan berita band-band Rock idola saya, beli poster band, beli kaos band di Ratu Plaza, dan ikut nonton konser di Bulungan. Lagu-lagu dari band-band inilah yang jadi soundtrack masa ABG saya. Gara-gara kakak sepupu saya ini, saya lebih banyak menghabiskan masa remaja mendengarkan lagu-lagu Motley Crue, Iron Maiden, Metallica, Anthrax, dkk, dan bukan Duran-Duran atau Spandau Ballet ☺. Kembali ke Parc, saat pertama main di Parc dengan playlist ini, saya meminta sebuah mikrofon, yang awalnya saya pergunakan untuk berbicara sedikit membuka set sebelum lagu pertama diputar, dan baru kemudian mikrofon dibuka untuk siapa pun yang ingin ikut bernyanyi. Kemudian keterusan menjadi kebiasaan untuk selalu menyediakan mikrofon setiap main. Setelah sempat dua kali main sebagai DJ amatiran, rasanya garing juga main sendokiran..., baru kemudian saya ajak Indra Tujuh (yang punya selera sama dan emang DJ beneran…hehehe) sebagai partner untuk mainin playlist ini, dan jadilah duet DJ “Duo Indra” sebagai spesialis lagu-lagu era 80s Glam Metal dan Hair Metal Band di Parc. Playlist ini saya dedikasikan untuk Monday Mayhem, teman-teman yang mengenang masa muda di tahun 80-an, juga untuk berbagi kepada mereka yang nggak ngalamin era rock 80-an dan tentunya untuk menghibur hati yang luka… hehehe… p.s.: oh ya, terima kasih pada partner saya, Agent Virgo Ago Go yang mengusulkan pada saya agar men-share playlist ini di program The Block Rockin’ Beats.
Kecintaan besar pada grup musik macam Weezer, Nirvana, serta kontingen Alternative Rock 90anlah yang menyatukan mereka bertiga lalu bersepakat membentuk Lucca. Bosan membawakan tembang-tembang milik artis lain, pada Januari 2004, trio asal Jakarta ini memproklamirkan nama baru: Monkey to Millionaire. Perubahan identitas ini sekaligus juga sebagai tonggak peringatan bahwa Wisnu Brahmana (gitar, vokal), Agan Sudrajat (bas, vokal latar), Emir Karshadi (drum), lebih memilih mengusung lagu-lagu sendiri.
Dari sedemikian padat populasi penggiat Indie, yang berhak mendapat atensi gigantik, menurut saya, cuma sejumput. Satu di antara yang sedikit itu adalah Sajama Cut. Selain menonjolkan karakter lirik non-konvensional dan bernuansa abstrak---via Bahasa Inggris yang sempurna---pula menggunakan pendekatan musikal berbeda: Indie Rock nan dinamis, terus berevolusi, tanpa limitasi, kerap memasukkan unsur-unsur musik baru, suatu masa bernafas Country & Folk, suatu saat bernuansa Chamber Pop, suatu ketika ada warna Electronica.

rudolfdethu

[instagram-feed feed=1]
Scroll to Top