search

Belajar Menulis Musik yang Apik Bersama Dethu

Akhir pekan panjang patut diisi aktivitas ciamik, seperti kelas menulis musik.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Foto: Ayip
Kelas menulis musik | Foto: Ayip

• Ditulis oleh Diah Dharmapatni

Akhir pekan panjang patut diisi aktivitas ciamik, seperti kelas menulis musik.

Kemarin, BaleBengong bekerja sama dengan Kumpul Coworking Space menggelar Kelas Menulis Musik. Rudolf Dethu didapuk menjadi pembicara untuk kelas ini.

Dethu membagi pengalamannya dalam menulis rilis pers, profil band dan reportase konser. Menurut Dethu, tak perlu keahlian main musik untuk menulis tiga hal tadi. “Yang penting punya kesukaan kronis pada musik, itu sudah cukup,” katanya.

Kemampuan menulis musik bisa diawali dengan mengumpulkan album musisi tertentu. Penulis musik dengan album sangat banyak dan lengkap berarti sudah punya kelebihan dibanding pendengar musik lainnya. Kelebihan itu akan mempengaruhi kedalaman tulisan.

Foto: Ayip
“Jangan bikin awal profil yang negatif. Kalau soal kritik, biarkan orang lain yang menilai.” | Foto: Ayip

Banyak musisi mungkin merasa bingung menulis profilnya. Penulisannya bisa dimulai dengan 5W+1H untuk menuliskan awal mula terbentuknya band. Selain itu, sisi personal masing-masing personil juga penting dimasukan ke dalam profil band.

Dethu pun menceritakan pengalamannya saat menjadi manajer band Superman Is Dead. Dethu tidak menonjolkan kemampuan bermusik para personil Superman Is Dead di dalam profil band. Dethu justru mengungkap kebiasaan personil band sebagai beer drinker.

Saya pakai pendekatan personal sebagai beer drinker. Jadi Superman Is Dead adalah orang-orang yang suka minum bir dan juga main musik

Musisi juga perlu mencantumkan genre musik dalam profilnya. Apapun genre musiknya, musisi boleh menamakannya sendiri asal ada filosofinya. Profil juga harus berisi kontak yang lengkap, tapi sejarah terbentuknya band tidak perlu sangat lengkap. Apalagi bagi musisi baru, sejarah terbentuknya band tak perlu ditulis begitu panjang. Hal yang terpenting dalam menulis profil ialah sudut pandang positif untuk menggiring opini publik terhadap sang musisi.

Sesi tanya jawab. | Foto: Teddy Drew
Sesi tanya jawab. | Foto: Teddy Drew
Diskusi kelompok mengerjakan tugas menulis rilis pers. | Foto: Teddy Drew
Diskusi kelompok mengerjakan rilis pers. | Foto: Teddy Drew
Berbagi sudut pandang untuk hasil rilis pers yang mumpuni.
Peserta kelas menulis musik berbagi sudut pandang untuk hasil rilis pers yang mumpuni.

“Jangan bikin awal profil yang negatif. Kalau soal kritik, biarkan orang lain yang menilai,” ujar Dethu.

Sesi terakhir, para peserta menonton video dokumenter Navicula saat memenangkan kompetisi internasional Rode Rockers. Peserta kelas diminta menuliskan rilis persnya. Para peserta dibagi menjadi 3 kelompok. Pada akhir kelas, peserta berhak membawa pulang album musik para musisi keren, yaitu Dialog Dini Hari, Emoni dan Made Mawut.

Serah terima kenang-kenangan dari Balebengong.net | Foto: Balebengong.net
Kenang-kenangan dari Balebengong.net | Foto: balebengong.net
Group photo! No neeus without u! | Foto: balebengong.net
Group photo! No neeus without u! | Foto: Balebengong.net

__________________

• Artikel ini dipinjampakai dari Balebengong.net

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.
Rudolf Dethu

Rudolf Dethu

Music journalist, writer, radio DJ, socio-political activist, creative industry leader, and a qualified librarian, Rudolf Dethu is heavily under the influence of the punk rock philosophy. Often tagged as this country’s version of Malcolm McLaren—or as Rolling Stone Indonesia put it ‘the grand master of music propaganda’—a name based on his successes when managing Bali’s two favourite bands, Superman Is Dead and Navicula, both who have become two of the nation’s biggest rock bands.

Related

Scroll to Top